SERING BEGADANG PICU KEINGINAN BUNUH DIRI
IVAnews - Remaja yang waktu tidur cukup akan menjadikan mereka lebih bahagia dan memiliki risiko depresi lebih kecil.
Sebuah penelitian terbaru yang dirilis Journal Sleep membuktikan remaja dengan waktu tidur pukul 10 malam atau lebih pagi secara signifikan memiliki tingkat depresi dan pikiran bunuh diri lebih rendah dibandingkan remaja yang tidur tengah malam atau dini hari.
Penelitian dilakukan Dr. James E Gangwisch dari Pusat Medis Universitas Columbia New York. Bersama rekannya, ia mensurvei 15.000 anak tingkat tujuh hingga 12 selama 1994-1996. "Ada pendapat umum bahwa remaja yang lebih dewasa tidak membutuhkan waktu tidur seperti remaja yang lebih muda. Ini salah, mereka membutuhkan waktu tidur sekitar sembilan jam tiap malam," jelas Gangwisch.
Hasil observasi menunjukkan 54 persen orangtua mengaku waktu tidur anak mereka pukul 10 malam atau lebih awal. Sedangkan 21 persen orang tua lainya menjelaskan waktu tidur anak mereka pukul 11 malam, dan 25 persen membiarkan anak mereka tidur tengah malam atau dini hari.
Lamanya waktu tidur dan tingkat depresi saling berhubungan, baik pada orang dewasa maupun remaja. Menurut tim peneliti Gangwisch, hubungan itu terjadi dalam dua arah, yaitu orang dengan waktu tidur sedikit meningkatkan risiko depresi. Sementara depresi memicu seseorang sulit tidur.
Lebih dari dua pertiga remaja mengatakan mereka tidur saat mereka benar-benar mengantuk. Para orangtua yang lebih tegas menetapkan jam tidur, membuktikan anak terhindar dari depresi. Hasil analisis menyatakan ada hubungan antara waktu tidur dengan risiko depresi yang diderita anak.
Anak-anak dengan waktu tidur tengah malam atau dini hari, 24 persen mengalami depresi dan 20 persen lainnya berpikir melakukan tindakan bunuh diri. Sementara itu, anak dengan durasi tidur malam hari selama lima jam atau kurang, 71 persen memiliki risiko depresi, dan 48 persen lainnya memiliki pikiran untuk bunuh diri. Kedua hal ini dibandingkan dengan anak-anak yang tidur di bawah pukul 10 malam dan selama lebih dari 8 jam sehari.
Para responden yang mengaku cukup tidur memiliki risiko depresi 65 persen lebih rendah dan 29 persen berpikir ingin bunuh diri daripada anak-anak dengan tidur kurang.
"Tidur cukup sangat penting untuk kesehatan mental sehingga dapat memfokuskan energi dan memotivasi mengerjakan tugas dan aktivitas seharian," Gangwisch menerangkan.
Menurut Gangwisch, memberi alasan kepada remaja agar tidur cukup bukanlah hal yang mudah. Dia menambahkan, terutama dari godaan untuk berselancar di internet hingga pagi. "Butuh usaha keras, khususnya dengan remaja yang memiliki pikiran dan keinginan sendiri,"
Meskipun demikian, dia menambahkan, orang tua sebaiknya meminta anak-anak remaja mereka untuk tidur lebih pagi selama beberapa hari agar meyakinkan mereka manfaat tidur cukup.

Read More......

TES PRESTASI
Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar
BAB 1_ PENDAHULUAN
Tes dan Pengukuran
Tes pada dasarnya merupakan suatu pengukuran yang objektif dan standar terhadap sampel perilaku, dan merupakan prosedur yang sistematik guna mengukur sample perilaku seseorang. Sedangkan mengukur adalah membandingkan atribut yang hendak diukur dengan alat ukurnya secara deskriptif yakni menyatakan hasil ukur secara kuantitatif hanya dengan satuan atau besaran ukurnya saja tanpa memberikan penilaian kualitatif.
Klasifikasi Tes
Cronbach (1970) membagi tes menjadi dua kelompok besar, yakni :
1. Tes yang mengukur performasi maksimal (maximum performance)
• tujuan : mengukur apa yang mampu dilakukan dan seberapa baik seseorang mampu melakukannya.
• stimulus : jelas terstruktur dan subjek mengetahui jawaban yang dikehendaki.
• contoh : tes inteligensi, tes bakat, tes prestasi belajar, tes profisiensi.
2. Tes yang mengukur performasi tipikal (typical performance)
• tujuan : mengukur apa yang cenderung seseorang lakukan.
• stimulus : berstruktur ambiguous dan subjek tidak mengetahui jawaban yang dikehendaki.
• contoh : tes minat, tes sikap, dan berbagai bentuk skala kepribadian.
Tes Prestasi Belajar
Tes prestasi belajar merupakan salah satu alat pengukuran di bidang pendidikan yang sangat penting artinya sebagai sumber informasi guna pengambilan keputusan. Penyusunan tes prestasi belajar yang baik agar hasil ukur yang diperoleh akurat (valid) dan dapat dipercaya (reliabel).
Tes Prestasi dalam Sistem Pendidikan
Dalam proses pendidikan dan pengajaran setiap saat akan selalu ada situasi yang memerlukan pengambilan keputusan, seperti :
1. Keputusan didaktik yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan pengajaran, seperti memilih kurikulum yang berlaku.
2. Keputusan administrasi guna memenuhi kebutuhan administrasi seperti keputusan menentukan nilai standar kelulusan.
3. Keputusan bimbingan penyuluhan guna memberikan bimbingan dalam penjurusan dan penentuan karir.
Berdasarkan keputusan-keputusan tersebut, tes prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi antara lain :
1. Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar unyuk klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang dapat dilihat pada hasil tes sebelumnya.
2. Fungsi formatif adalah penggunaan hasil tes belajar guna melihat sejauhmana kemampuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pelajaran.
3. Fungsi diagnostik dilakukan oleh tes prestasi bila hasilnya digunakan untuk mendiagnosis kesukaran belajar dan mendeteksi kelemahan siswa agar dapat segera diperbaiki.
4. Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran.
BAB 2_ FUNGSI DAN LIMITASI
Fungsi Tes Prestasi
1. Tes sebagai pengukur prestasi karena tes dapat membantu untuk memberikan nilai yang lebih akurat (valid) dan dapat dipercaya (reliabel).
2. Tes sebagai motivator dalam belajar.
Keterbatasan Tes Prestasi
Objek tes prestasi adalah aspek mental psikologis atau atirbut non fisik sehingga tidak menghasilkan pengukuran yang akurat sekali karena apa yang dapat dicapai tes prestasi adalah semacam estimasi mengenai posisi relatif atau jenjang urutan individu menurut tingkat kemampuannya.
Prinsip-prinsip Pengukuran Prestasi Belajar
Gronlund (1977) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi, yakni :
1. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional.
2. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicangkup oleh program instruksional atau pengajaran.
3. Tes prestasi harus berisi aitem-aitem denga tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.
4. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai degna tujuan penggunaan hasilnya.
5. Realibilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.
6. Tes prestasi harus dapat digunkan untuk meningkatkan belajar para anak didik.
BAB 3_STATISTIKA UNTUK PENGUKURAN
Macam Statistika
1. Statistika deskriptif adalah pengolahan dan penafsiran data kuantitatif dengan menghitung besaran-besaran yang dapat menunjukkan karakteristik kumpulan data sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas mengenai data tersebut dan mudah di intepretasikan.
2. Statistika inferensial yakni pengolahan data lebih lanjut dengan penggunaan teknik-teknik analisis untuk mengestimasi besaran populasi berdasarkan data.
Distribusi Frekuensi
Adalah susunan perolehan angka dalam tes di satu kelas dengan menempatkan angka terkecil diatas dan diikuti angka perolehan tes yang lebih besar kemudian dicantumkan banyaknya pemilik angka masing-masing. Biasanya lambang macam angka (X) dan banyaknya mahasiswa (f) serta jumlah seluruh frekuensi (N) , ada beberapa yang dapat dihitung, yakni :
1. frekuensi kumulatif (fk) = f baris fk (ditambah) jumlah f sebelum baris fk
2. porporsi (p) = f pada baris X yang akan dihitung p nya (dibagi) N
3. proporsi kumulatif (pk) = fk pada baris x yang akan dihitung pk nya (dibagi) N
Persentil dan Jenjang Persentil
Secara simbolik dapat dilambangkan :
1. Persentil = Pn yang artinya angka (x) yang n% dari seluruh distribusi berada dibawahnya.
2. Jenjang persnetil = PR dengan pengertian jenjang persentil adalah besarnya persentase frekuensi yang lebih kecil daripada angka tersebut.
Menghitung Persentil
1. Bila pada titik persntil tidak ada angka kembar (hanya terdapat 1 frekuensi)
Untuk mengetahui nilai berapa saja yang termasuk dalam persentil ke 88,50% dan persentase ini jika dinyatakan dalam proporsi (p) = 0,885 kemudian dicocokan dengan tabel di angka (X) berapakah letak (p) sebesar 0,885. Jika sudah diketemkan maka :
P88,50 = {X baris p (+) x sebelum baris p} / 2
2. Bila pada titik persentil terdapat angka kembar (terdapat lebih dari 1 frekuensi)
Misalkan untuk mencari nilai berapa saja yang termasuk ke dalam P75 yang bila dinyatakan dalam proporsi (p) = 0,75. Maka penghitungannya :
P75 = batas bawah x baris p (+) hasil pengurangan p baris X dengan p pada baris X sebelumnya.
Menghitung Jenjang Persentil
Misalkan kita ingin menentukan PR bagi angka (X) = 34 maka :
PR (x=34) = pk batas bawah 34 atau pk pada baris angka sebelum 34 + ½ p baris 34
Ukuran-ukuran Tendensi Sentral
1. Mode atau modus adalah angka yang memiliki jumlah frekuensi paling banyak.
2. Median = P50 maka kita temukan dulu pk yang lebih besar dari 0,50 dalam tabel. Misalkan dalam tabel harga pk yang lebih besar dari 0,50 adalah 0,516 dimiliki oleh angka (X) = 25.
Median = batas bawah 25 + (0,50 - batas bawah pk yang dimiliki angka 25)
3. Mean adalah jumlah semua angka dibagi oleh banyaknya angka yang dijumlahkan. Jadi kita kalikan dulu setiap angka (X) dengan tingkat frekuensinya masing-masing kemudian kita jumlahkan seluruh hasil perkalian antara X dan F, hasil jumlah tersebut lantas dibagi dengan jumlah frekuensi murni keseluruhan.
Mean = ∑fX / N
Ukuran-ukuran Variabilitas
Adalah keanekaragaman angka-angka dalam suatu distribusi, semakin luas penyebaran angka dan semakin beragam angka yang ada berarti besar variabilitas distribusinya. Ada tiga macam ukuran variabilitas yakni :
1. Jarak sebaran adalah selisih angka tertinggi dengan angka terendah.
JS = Xterbesar - Xterkecil
2. Deviasi rata-rata adalah rata-rata penyimpangan angka dari mean.
Deviasi rata-rata = ∑f [ X - M ] / N
3. Varians yang diberi simbol S2 dengan rumus :
s2 = { ∑fX2 - (∑fX)2 / N
} N - 1
Varians sebagai ukuran variabilitas seirng dinyatakan dalam bentuk Deviasi Standar (s) yakni akar pangkat dua dari varians.
s = √hasil s2
Distribusi Normal
Salah satu model distribusi yang paling penting adalah distribusi normal dimana harga mean, median dan modus adalah identik dan karenanya terletak pada titik yang sama sehingga membelah kurva menjadi dua bagian yang simetrik. Puncak kurva yang merupakan ordinat frekuensi tertinggi berada pada titik mean. Semakin menjauh dari titik mean ke kanan atau ke kiri, ordinat kurva akan semakin rendah dan kurva semakin mendekati garis horizontal, namun tidak pernah menyentuhnya (bersfiat asimtotik).
Distribusi Normal Standar
Merupakan distribusi angka atau skor X yang diperoleh langsung dari cara pemberian skor itu sendiri, dan angka ini dikenal dengan nama angka mentah (raw-scores) karena belum diolah atau dikonversikan menjadi satuan lain. Untuk mengubah angka dalam distribusi normal ke dalam satuan angka standar (z) , maka menggunakan rumus :
z = (X - M) / s
Korelasi Linier
Menunjuk pada kosep saling hubungan antara beberapa variabel. Korelasi dinyatakan dalam angka yang disebur koefisien korelasi (rxy).
Untuk penghitungan koefisien korelasi digunakan formula product-moment Pearson , dengan rumus sebagai berikut :
rxy = { ∑XY - (∑X)( ∑Y) / N} / √[ ∑X2 - (∑X)2 / N ] [∑Y2 - (∑Y)2 / N ]
X = angka pada variabel pertama
Y = angka pada variabel kedua
N = banyaknya subjek
Korelasi Point-Biserial
Bila variabel berupa variabel dikotomi yakni yang hanya memiliki dua macam angka saja maka untuk menghitung kita gunakan formula korelasi point biserial (rpb) dengan rumus :
rpb = [ (Mi - Mt) / st ] [ √(p / q) ]
Mi = mean skor variabel interval bagi subjek yang mendapat skor 1 pada variabel dikotomi
Mt = mean skor variabel interval bagi seluruh subjek
st = deviasi standar variabel interval bagi seluruh subjek
p = banyaknya skor 1 pada variabel dikotomi dibagi n
q = 1 - p
BAB 4_ PERANCANGAN TES PRESTASI
Identifikasi Tujuan dan Kawasan Ukur
Merupakan penegasan tujuan pengukuran yang akan dicapai oleh tes yang diikuti oleh pembatasan kawasan ukur, yakni pendefinisian lingkup materi ukur yang hendak diungkap.
Penguraian Komponen Isi
Penguraian isi tes bukan saja berarti mengusahakan agar tes yang kan ditulis itu tidak keluar dari lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur akan tetapi berarti pula mengusahakan agar jangan sampai ada bagian isi yang penting terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes.
Batasan Perilaku dan Kompetensi
Batasan perilaku merupakan operasionalisasi tujuan instruksional khusus dan umum, dimana tujuan isntruksional khusus pada umumnya sudah sangat operasional sehingga dianggap sebagai indikator perilaku. Agar lebih konkret rumusan tersebut harus dinyatakan dalam taraf kompetensi kognitif yang lebih spesifik berupa bentuk proses kognitif atau proses mental yang dapat menjadi indikator tinggi-rendahnya tingakt penguasaan siswa yang dikenai tes. Bloom menyusun konsep taraf kompetensi kognitif menjadi 6 jenjang, yakni :
6. evaluation
5. synthesis
4. analysis
3. application
2. comprehension
1. knowledge
Tabel Spesifikasi
Tabel spesifikasi tes berupa tabel yang memuat sekaligus uraian isi tes dan tingkat kompetensi yang akan diungkap pada setiap bagian. Tabel semacam ini berupa tabel dua sisi yang seringkali disebut sebagai test blue-print. Blue print akan menjadi pegangan yang sangat membantu sewaktu penulisan aitem berlangsung sebagai suatu pedoman yang akan menjaga agar penulisan aitem tetap terarah pada tujuan pengukuran tes dan tidak keluar dari batasan ini.
Tipe-tipe Aitem dalam Tes Prestasi
Aitem tipe objektif mempunyai hanya satu jawaban yang dianggap terbaik. Pembagian tipe aitem menurut kelasnya dilakukan oleh Brown (1971) ke dalam empat kelompok, yakni :
1. Tipe memilih alternatif, siswa diminta untuk memilih satu jawaban dari beberapa pilihan. Contohnya tipe pilihan ganda, tipe banr-salah, tipe memasangkan.
2. Tipe jawaban pendek, siswa diminta menjawab dalam bentuk kalimat pendek. Contohnya item tipe melengkapi.
3. Tipe karangan, meminta siswa untuk memberikan jawaban berupa karangan yang diramu dari banyak materi berbagai sumber.
4. Tipe problem, menghendaki siswa merumuskan prosedur yang akan digunakan lalu menerapkan guna menyelesaikan problem yang dihadapi. Tipe ini banyak dijumpai pada pelajaran matematika dan pengetahuan kuantitatif lainnya.
Menentukan Tipe Aitem yang Akan digunakan
Pertimbangan pertama menyangkut hasil belajar, suatu aitem haruslah mengukur hasil belajar secara lansung. Pertimbangan kedua adalah kualitas aitem yang mungkin dibuat. Adapun kelemahan dan keunggulan tipe-tipe aitem yang sering digunakan antara lain :
1. Tipe pilihan ganda
Keunggulan
komprehensif
pemeriksaan dan pemberian skor lebih mudah
penggunaan lembar jawaban menjadikan tes efesien dan hemat bahan
kualitas aitem dapat di analisis
objektivitas tinggi
memiliki reliabilitas tinggi
Kelemahan
memakan banyak waktu dan tenaga dalam pembuatannya
tidak mudah ditulis untuk mengungkapkan tingkat kompetensi tinggi.
adanya kemungkinan jawaban benar semata-mata karena tembakan
2. Tipe esai (karangan)
Keunggulan
relatif lebih mudah dibuat
lebih mudah untuk digunakan mengungkapkan tingkat kompetensi tinggi pemeriksaan
sangat baik untuk mengungkapkan kemampuan yang bertalian dengan ekspresi verbal-tulis
Kelemahan
kurang komprehensif
memakan banyak waktu dan tenaga
harus diperiksa sendiri oleh pembuat soal atau orang yang ahli
subjektivitas sulit dihindari
pertimbangan pemberian skor lebih kompleks
reliabilitas rendah
3. Tipe benar-salah
Keunggulan
komprehensif
pemeriksaan dan pemberian skor lebih mudah
penggunaan lembar jawaban menjadikan tes efesien dan hemat bahan
kualitas aitem dapat di analisis
objektivitas tinggi
mudah dibuat
Kelemahan
hanya dapat mengungkapkan tingkat kompetensi yang rendah
besar kemungkinan jawaban benar semata-mata karena tebakan
Menentukan Banyaknya Aitem
Secara teoritik, suatu tes haruslah berisi sebanyak-banyaknya aitem yang independen (tidak terikat) satu sama lain maksudnya bahwa masing-masing aitem mengungkap bagian terkecil bahan tes yang berbeda satu sama lain menurut tingkat kompetensi tertentu. Dengan alasan, pertama dasar pikiran bahwa isi tes harus mewakili keseluruhan bahan tes. Kedua mengenai konsistensi hasil pengukuran tes tersebut yang berkaitan dengan jumlah aitem.
BAB 5_ PENULISAN AITEM
Penulisan aitem tipe pilihan ganda
1. aitem hendaklah menanyakan hal yang penting untuk diketahui.
2. tulislah aitem yang berisi pernyataan pasti.
3. utamakan aitem yang mengandung pernyataan umum yang bertahan lama.
4. buatlah aitem yang berisi hanya satu gagasan saja.
5. buatlah aitem yang menyatakan inti pertanyaan dengan jelas, gunakan kalimat sederhana dan tidak berlebihan.
6. sebaiknya aitem tidak didasari oelh pernyataan negatif.
7. gunakan bahasa yang jelas, kata yang sederhana dan pernyataan yang langsung.
8. aitem harus memberikan alternatif bagi isi pernyataan yang paling penting.
9. berikan alternatif jawaban yang jelas berbeda.
10. alternatif yang ditawarkan hendaknya mempunyai struktur dan arti yang sejajar atau dalam satu kategori
11. penggunaan alternatif yang semata-mata meniadakan atau bertentangan dengan alternatif yang lain, haruslah dihindari.
12. bilamana mungkin, susunlah alternatif jawaban dalam urutan besarnya atau urutan logisnya.
13. penggunaan alternatif ”bukan salah-satu di atas” atau ”semua yang di atas” hanya baik apabila kebenaran bersifat mutlak dan bukan semata-mata masalah lebih dan kurang baik atau masalah kebenaran relatif.
14. jangan menjebak siswa dengan menanyakan hal yang tidak ada jawabannya.
15. hindari penggunaan kata-kata yagn dapat dijadikan petunjuk oleh siswa dalam menjawab.
Penulisan aitem tipe benar-salah
Berikut adalah petunjuk penulisan aitem tipe benar-salah menurut Ebel (1979) :
1. aitem haruslah mengungkapkan ide atau gagasan yang penting.
2. aitem tipe benar-salah hendaknya menguji pemahaman, jangan hanya mengungkap ingatan mengenai suatu fakta atau hafalan.
3. kebenaran atau ketidakbenaran suatu aitem haruslah bersifat mutlak.
4. aitem harus menguji pengetahuan yang spesifik dan jawabannya tidak jelas bagi semua orang, kecuali bagi mereka yang menguasai pelajaran.
5. aitem harus dinyatakan secara jelas.
Penulisan aitem tipe jawaban pendek
Ebel (1979) juga mengemukakan beberapa petunjuk dalam penulisan aitem tipe jawaban pendek, yakni :
1. pertanyaan atau pernyataan aitem harus ditulis dengan hati-hati sehingga dapat dijawab dengan hanya satu jawaban yang pasti.
2. sebaiknya rumuskan jawabannya lebih dahulu baru kemudian menulis pertanyaannya.
3. gunakan pertanyaan langsung, kecuali bilamana model kalimat tak selesai akan memungkinkan jawaban yang lebih jelas.
4. usahakan agar dalam pertanyaan tidak terdapat petunjuk yang mungkin digunakan oleh subjek dalam menjawab aitem.
5. jangan menggunakan kata atau kalimat yang langsung dikutip dari buku.
Penulisan aitem tipe pasangan
1. premis dan respons hendaknya dibuat dalam jumlah yang tidak sama.
2. baik premis maupun respons haruslah berisi hal yang homogen, yaitu dari sejenis kategori isi.
3. usahakan agar premis dan responsnya berisi kalimat-kalimat atau kata yang pendek.
4. buatlah petunjuk pemasangan yang jelas, sehngga siswa mengetahui dasar apakah yang harus digunakan dalam memasangkan premis dan responsnya.
5. sedapat mungkin susunlah premis dan respons masing-masing secara alfabetik atau menurut besaran kuantitatifnya.
Penulisan aitem tipe karangan (esai)
1. berikan pertanyaan atau tugas yang menghendaki siswa agar menunjukkan penguasaan pengetahuan yang penting.
2. buatlah pertanyaan yang arah jawabannya jelas, sehingga para ahli dapat setuju bahwa satu jawaban akan lebih baik daripada yang lain.
3. jangan menanyakan sikap atau pendapat.
4. sebaiknya pertanyaan diawali oleh kata-kata seperti ”bandingkan....” , ”berikan alasan....” , ”berikan contoh....” dan ”jelaskan mengapa....” .
5. jangan beri kesempatan siswa untuk memilih dan menjawab hanya sebagian diantara nomor pertanyaan yang disediakan.
6. sebaiknya, tulis lebih dahulu satu jawbaan ideal yang dikehendaki, baru kemudian menyusun pertanyaannya.
BAB 6_ PEMBERIAN SKOR
Pemberian skor untuk tes tipe objektif
Karena suatu alasan tertentu, dirasakan perlu menerapkan pengurangan angka bagi jawaban yang salah, maka gunakan rumus :
X = B - S / (a-1)
X = skor setelah dikoreksi
B = banyaknya aitem yang dijawab dengan benar
S = banyaknya aitem yang dijawab salah
a = banyaknya pilihan jawaban (alternatif)
Pemberian skor untuk tes tipe karangan (esai)
Pedoman bahan pertimbangan pemberian skor tes tipe esai agar proses pemeriksaan jawaban lebih objektif :
1. buatlah terlebih dahulu semacam pedoman pemberian skor yang berisi garis besar atau pokok-pokok jawaban yang dikehendaki.
2. buatlah kriteria-kriteria jawaban yang dianggap benar jika jawaban yang dikehendaki dapat dibatasi intinya, namun buatlah model jawaban yang paling benar jika jawaban yang dikehendaki berupa uraian panjang yang dianggap benar dari berbagai versi.
3. tidak mengetahui siapa pemilik kertas jawaban saat memeriksa jawaban.
4. periksalah jawaban terhadap aitem pertama dari seluruh siswa, baru kemudian memeriksa aitem nomor selanjutnya.
5. tidak melakukan pemeriksaan jawaban dalam keadaan lelah, tergesa-gesa, terlalu gembira.
Skor Standar
Skor mentah (raw scores) merupakan terjemahan langsung dari hasil performasi siswa dalam suatu tes yang dinyatakan dalam bentuk angka. Agar skor tes lebih mempunyai arti dalam kaitannya posisi atau kedudukan relatif (relative standing) para siswa secara individual, diperlukan adanya skor yang dapat dibandingkan (comparable) satu sama lain yang disebut skor standar.
T = 50 + 10(X-M) / s
T = skor standar
X = skor mentah
M = mean
s = deviasi standar
Skor Persentil
Skor persentil dinyatakan dalam bentuk persen (%), jenjang persentil suatu skor menunjukkan kedudukan relatif skor tersebut tanpa mempedulikan besarnya mean dan deviasi standar kelompok, serta sama sekali tidak memberikan informasi mengenai perbedaan di antara skor.
Pemberian Skor Komposit
Merupakan ukuran yang lebih reliabel terhadap prestasi siswa dari pada skor yang hanya diperoleh dari suatu tes yang dimaksudkan untuk memperoleh satu ukuran yang mencermin secara proporsional berbagai sumber skor yang diujikan terpisah.
skt = ∑[(X/Xt)xb]
skt = skor komposit tertimbang
X = skor pada komponen
Xt = skor maksimal yang mungkin dicapai pada setiap komponen
b = bobot komponen
BAB 7 _ANALISIS AITEM
Persiapan untuk melakukan analisis aitem meliputi beberapa langkah, yakni :
1. buatlah tabulasi skor aitem dan skor total bagi setiap siswa yang dikenai tes tersebut.
2. lakukan perjenjangan siswa menurut besarnya skor total tes (X) yang mereka peroleh dengan cara meletakkan siswa yang mempunyai skor tertinggi pada jenjang paling atas.
3. bila siswa tidak terlalu banyak, maka bagilah menjadi dua kelompok sama banyak menggunakan median skornya.
4. bila siswa terlalu banyak, maka ambil 27% dari kelompok skor tertinggi dan 27% dari kelompok skor terendah.
Parameter-parameter Aitem
1. Indeks kesukaran aitem
Merupakan rasio antara penjawab aitem dengan benar dan banyaknya penjawab aitem, dengan rumus :
p = ni / N
ni = banyaknya siswa yang menjawab aitem dengan benar
N = banyaknya siswa yang menjawab aitem
2. Indeks daya diskriminasi aitem
Adalah kemampuan aitem dalam membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan rendah, dengan rumus :
d = nit / Nt - nir / Nr
nit = banyaknya penjawab aitem benar dari kelompok tinggi
Nt = banyaknya penjawab dari kelompok tinggi
nir = banyaknya penjawab aitem benar dari kelompok rendah
Nr = banyaknya penjawab dari kelompok rendah
Efektivitas Distraktor
Efektivitas distraktor dilihat dari dua kriteria yakni (a) distraktor dipilih oleh siswa dari kelompok rendah, dan (b) pemilih distraktor tersebut relatif proporsional pada masing-masing distraktor yang ada.
Analisis Aitem dengan Bantuan Komputer
Analisis terhadap aitem dalam jumlah banyak dan subjek yang jugadalam jumlah besar tidaklah sederhana bila dilakukan dengan bantuan kalkulator biasa. Dewasa ini sudah tersedia banyak paket program statistika yang dapat dimanfaatkan guna menghitung parameter aitem dan telah tersedia pula paket program khusus untuk analisis aitem.
Indeks Reliabilitas dan Indeks Validitas Aitem
Fungsi indeks reliabilitas dan indeks validitas aitem adalah pada seleksi aitem yang bertujuan peningkatan reliabilitas dan validitas tes secara keseluruhan.
ira = √piqirix dan iva = √piqiriy
ira = indkes reliabilitas aitem
pi = indeks kesukaran aitem
iva = indeks validitas aitem
qi = i - pi
rix = koefisien korelasi point-biserial antara skor aitem dengan skor tes yang bersangkutan
riy = koefisien korelasi point-biserial antara skor aitem dengan skor suatu kriteria eksternal.
BAB 8 _PEMBERIAN NILAI
Penilaian Relatif
Adalah pemberian nilai terhadap siswa yang didasarkan atas norma kelas atau norma kelompok yaitu dengan menentukan posisi relatifnya terhadap siswa lain.
1. Penilaian dengan persentil
Penggunaan persentil dalam pemberian nilai didsari oleh suatu pengertian bahwa distribusi skor kelas yang bersangkutan mengikuti model distribusi normal.
2. Penilaian dengan skor standar
Pemberian nilai yang menggunakan skor standar dilakukan dengan mengubah skor hasil tes siswa kedalam bentuk penyimpangan dari mean dalam satuan deviasi standar.
3. Penilaian dengan stanine
Adalah semacam skor standar yang membagi distribusi frekuensi skor kedalam sembilan bagian, istilah ini berasal dari kata standar nine dimana angka tertinggi adalah 9 dan angka terendah adalah 1.
Penilaian Absolut
Adalah pemberian nilai yang didasarkan atas tercapainya suatu standar atau kriteria penguasaan (competence) tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu (criterion referenced evaluation). Biasa dipergunakan dalam mastery testing dimana setiap tujuan tes dinyatakan dalam tugas-tugas spesifik secara tegas, dan akan terlihat apakah subjek mampu melakukan tugas spesifik yang ada dalam tes.
Penilaian Kombinasi
Prosedur kombinasi, hal pertama terapkan lebih dulu skor yang harus dicapai (cut-off score) kemudian terapkan norma penilaian relatif pada kelompok siswa yang melampaui kriteria tersebut.
BAB 9 _VALIDITAS dan RELIABILITAS
Validitas
Berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran (tes) dalam melakukan fungsinya.
1. Koefisien Validitas
Koefisien validitas dinyatakan oleh korelasi antara distribusi skor tes yang bersangkutan dengan distribusi skor suatu kriteria.
2. Estimasi Validitas
Estimasi validitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisis korelasional, tipe validitas yang berbeda menghendaki cara analisis yang berbeda pula. Berikut tipe validitas :
a. validitas isi, menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu dan pengujian validitas ini menggunakan analisis rasional.
b. validitas konstrak, menunjukkan sejauhmana suatu tes mengukur trait atau konstrak teoritik yang hendak diukur dan pengujian validitas ini dengan pendekatan multi-trait multi-method yang menguji serentak dua atau lebih trait yang diukur dengan dua atau lebih metode.
c. validitas berstandar kriteria, menunjukkan adanya hubungan skor tes dengan skor suatu kriteria dan pengujian validitas ini melalui analisis korelasional.
3. Interpretasi Koefisien Validitas
Interpretasi koefisien validitas bersifat relatif artinya tidak ada batasan pasti mengenai koefisien terendah yang harus dipenuhi agar validitas dinyatakan memuaskan.
Reliabilitas
Berasal dari kata reliability, pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel.
1. Koefisien Reliabilitas
Adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas secara empirik. Semakin koefisien korelasi antara hasil ukur dari dua tes yang paralel, berarti konsistensi diantara keduanya semakin baik dan kedua alat ukur itu disebut sebagai alat ukur yang reliabel.
2. Estimasi Reliabilitas
a. pendekatan tes-ulang, menunjukkan konsistensi pengukuran dari waktu ke waktu dan menghasilkan koefisien reliabilitas yang sering disebut sebagai koefisien stabilitas dengan prinsip estimasi menggunakan instrumen pengukur dua kali pada waktu yang berbeda kepada sekelompok subjek yang sama.
b. pendekatan tes-sejajar, dapat dilakukan bila asumsi paralel terpenuhi yakni setaranya skor antara skor kedua instrumen dengan skor suatu ukuran lain dan prinsip estimasinya digunakan setelah kedua instrumen tersebut dikenakan berturu-turut pada sekelompok subjek.
c. pendekatan konsistensi internal, didasarkan pada data dari sekali pengenaan satu bentuk alat ukur pada sekelompok subjek tertentu dan dilakukan setelah keseluruhan instrumen yang telah dikenakan pada subjek dibelah menjadi beberapa bagian. Beberapa teknik pendekatan konsistensi internal, yakni :
• formula spearman-brown, digunakan bila jumlah aitem pada tes genap maka dapat dibelah menjadi dua bagian yang seimbang.
rxx’ = 2 (ry1y2) / (1+ ry1y2)
ry1y2 = koefisien korelasi antara skor belahan Y1 dan skor belahan Y2
• formula rulon, didasarkan pada selisih skor subjek pada kedua belahan data skor yang seimbang dan selisih skor itulah sumber variasi eror karenanya dapat menjadi dasar mengestimasi reliabilitas tes.
rxx’ = 1 - s2d / s2x
s2d = varians perbedaan skor belahan (d)
s2x = varian skor tes (X)
• formula alpha, tes dapat dibelah menjadi beberapa bagian namun tetap diharapkan seimbang.
α = k (1 - (sj / s2x) )
α = koefisien reliabilitas alpha
k = banyaknya belahan
sj = varians skor belahan (j)
s2x = varians skor tes (X)
• formula kuder-richardson 20, hanya dapat digunakan pada data skor dikotomi dari tes yang seolah-olah dibagi-bagi menjadi belahan sebanyak aitemnya.
KR-20 = {k / k-1 s2x} . [1 - ∑p(1-P) ]
3. Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Bersifat relatif tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan angka koefisien terendah yang harus dicapai, menggunakan rumus :
se = sx √(1-rxx’)
sx = deviasi standar skor tes
rxx’ = koefisien reliabilitas tes
***0o0***

Read More......

Konsumsi Rokok
Indikator Kemiskinan Masyarakat Indonesia
http://id.news.yahoo.com/antr/20090528/tls-konsumsi-rokok-indikator-kemiskinan-e850fa7.html
Antara - Jumat, Mei 29
Surabaya (ANTARA) - Konsumsi rokok diyakini sebagai salah satu indikator kemiskinan masyarakat Indonesia selama ini, akibatnya perilaku tersebut tidak hanya dapat mengurangi pendapatan, belanja bulanan keluarga, hingga berujung pada kematian.
"Saya pernah menemukan kesaksian ada seorang sopir berpenghasilan Rp50 ribu sehari dengan empat anak yang kedua anaknya tidak sekolah dengan alasan biaya. Anehnya, sopir tersebut mampu menghabiskan uang Rp24 ribu per hari untuk membeli tiga pak rokok. Sementara, ia memberi uang belanja kepada istrinya sebesar Rp20 ribu sehari," kata Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, di Surabaya, Kamis.
Ia mengakui, hal itu memang fenomena umum yang sering ditemui diantara masyarakat miskin di Indonesia.
"Meski sang kepala rumah tangga memiliki penghasilan terbatas, ia mengonsumsi rokok seperti layaknya kereta api," katanya.
Menurut dia, merokok berdampak pada berkurangnya pendapatan yang bisa dibelanjakan untuk kepentingan lain seperti makanan yang sehat dan layak, biaya sekolah, dan sebagainya.
"Semisal, seorang kepala keluarga mengonsumsi rokok satu pak seharga Rp5 ribu per hari. Padahal, uang yang terbakar melalui rokok tersebut bisa dibelikan tiga butir telur yang mengandung banyak gizi untuk makan seluruh anaknya," katanya.
Selain itu, kata dia, secara ilmiah terbukti bahwa merokok menimbulkan banyak masalah kesehatan dan meningkatkan biaya kesehatan yang jumlahnya bisa tiga kali lipat dari cukai rokok.
"Bahkan, lebih dari 70.000 penelitian di Amerika Serikat berhasil membuktikan bahaya merokok bagi kesehatan," katanya.
Melihat beragam kenyataan itu, ia berharap, pemerintah mengambil sikap tegas. Salah satunya dengan menaikkan harga cukai rokok, melarang secara total iklan rokok, dan memasang peringatan bergambar mengenai bahaya merokok.
"Sekarang, besaran cukai rokok rata-rata baru 38 persen. Padahal, dalam Pasal 5 UU Nomer 39 Tahun 2007, pemerintah boleh mematok cukai hingga 57 persen. Namun, besaran itu ternyata masih rendah dibandingkan patokan cukai luar negeri yang mencapai 65 persen," katanya.
Kontroversi lain, ia menjelaskan, mengenai usulan pelarangan iklan rokok secara total dengan alasan olahraga dan musik akan mati karena tidak ada sponsor. Bila dibandingkan dengan negara Thailand yang melarang total iklan rokok, apakah sepak bola Indonesia lebih baik dari Thailand karena sebagian besar masyarakatnya masih merokok.
"Meski tanpa iklan rokok, sepak bola Thailand lebih baik dari sepak bola nasional. Begitu halnya dengan musik, di luar negeri musiknya tetap hidup tanpa iklan rokok," katanya.
Ketua Bidang Penyuluhan dan Pendidikan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), Fuad Baradja, menyesalkan, mengapa "political will" Indonesia lemah terhadap penanggulangan rokok.
"Padahal, saat ini sudah ada sekitar 164 negara di dunia yang memiliki payung hukum terhadap hal itu," katanya.
Sependapat dengan Ahsan, aktivis yang sudah berhenti merokok sejak tahun 1991 itu, menyarankan, agar cukai rokok dinaikkan sehingga harga rokok akan terkerek naik. Melalui kenaikan cukai itu, angka perokok yang khususnya dari rumah tangga termiskin akan berkurang.
"Jika hal itu sukses, bukan tidak mungkin jumlah perokok yang berasal dari keluarga terkaya juga turun. Akibatnya, bangsa ini akan terbebas dari rokok yang jelas merugikan diri sendiri dan orang tercinta di sekitar mereka," katanya.
Kebiasaan merokok, menurut dia, memang dinilai menyenangkan oleh sebagian orang ini, tetapi justru memberi dampak negatif.
"Apalagi, terdapat sekitar 4.000 zat kimia dalam sebatang rokok yang menjadi sumber penyakit ataupun memperparah penyakit yang diderita seseorang," katanya.

Read More......

MENDIDIK PARA PEMIMPIN
banyakah yang dapat dipelajari dari manajemen bisnis
A. Ringkasan
Fokus Persiapan pemimpin sekolah cerminan kepentingan masyarakat dunia atas kesuksesan dalam meningkatkan sistem pendidikan. Investasi sumber daya baru yang kokoh termasuk persiapan kepemimpinan dan aktivitas perkembangan yang didasarkan atas kepercayaan bahwa para pemimpin sekolah menciptakan sesuatu yang berbeda dalam efektivitas dan efisiensi sekolah.Mengembangkan pemimpin sekolah yang menciptakan suatu perbedaan, bagaimanapun memerlukan menajemen kurikulum yang sesuai untuk sekolah, metode-metode pembelajaran terkini, dan yang mengembangkan atas pengetahuan disiplin ilmu didalam maupun diluar pendidikan. Artikel ini menguji keterlibatan tren kurikulum dalam pengembangan para pemimpin bisnis yang mungkin dapat dijadikan sebagai persiapan kepemimpinan dan perkembangan dalam pendidikan. Para penulis mengakui, terutama, perbedaan dalam praktek manajemen pendidikan dan bisnis memerlukan beberapa perbedaan isi persiapan dan program. pada waktu yang sama, kita mengusulkan beberapa penggabungan pemahaman terkait dengan bisnis yang dipilih dalam manajemen organisatoris yang sangat relevan untuk perbaikan sekolah-sekolah.
keyword : Kepemimpinan, perkembangan kepemimpinan, kepentingan, perkembangan staf
B. Perkenalan
Kepemimpinan dalam bidang pendidikan mempunyai hubungan yang bertentangan dengan dunia bisnis manajemen. Pada awal dan pertengahan abad ke -20 di USA, sarjana-sarjana pendidikan seperti Elwood Cubberly sangat terpengaruh oleh ‘menajemen ilmiah’ yang diberlakukan dalam masyarakat bisnis (tyack dan hanset, 1982). Reaksi melawa gagasan bahwa pendidikan harus diatur ‘sebagai bisnis’ dibuktikan dengan tepat pada tahun 1960 dalam buku karangan Reymond Collahan (1962) Education and the Cult of Efficiency. Sejak tahun 1960, hal ini sudah terjadi berulang kali seperti sekolah yang mencari cara untuk mengelola sekolah secara periodik agar lebih efektif dan efisien.
Tidak terelakan, ketika kasus ini terjadi, Bisnis Manajemen sekali lagi diajukan sebagai model untuk manajemen sekolah. Anggota badan hukum “Bisnis meja bundar” sejak kepemimpinan mereka, berkata ”mengapa mereka tidak bisa lebih dari kita” kami menolah gagasan bahwa manajemen sokolah hanya perlu menyalin menajemen perusahaan bisnis. Sungguh, jika ada suatu pelajaran yang membenarkan dari literaturmanajemen abad lampau, itu hanyalah isi yang menciptakan perbedaan dalam manajemen organisasi.
Memulai dengan kesimpulan pikiran, tulisan ini tidak mencoba menggambarkan kembali bidang manajemen pendidikan dalam gambaran dari sector bisnis. Keberhasilan kita lebih kepada kesederhanaan dan, kita percaya, realistis, tulisan menguji tren terbaru dalam kurikulum kepemimpinan bisnis dan mendiskusikan keterlibatan untuk menyiapkan para manajer sekolah. Perspektif-perspektif bahwa tulisan ini merupakan campuran beragam inti pandangan. Ini menggambarkan pengalaman nyata penulis dalam praktek manajemen bisnis dan manajemen pendidikan, seperti juga pengalaman kita dalam menyiapkan dan mengembangkan bisnis dan para manajer pendidikan.
Kita melakukan tinjauan ulang terhadap resiko dan kenaifan, ketidaktahuan, dan kesalahan pemimpin dengan beberapa sarjana pendidikan. Di tahun terakhir, bandul pendidikan sudah mengarah pada percaya bahwa perspektif moral perlu sebagai gambaran isi untuk program persiapan dalam kepemimpinan dan menajemen bidang pendidikan. Mereka yang mengklaim sebagai manajemen juga mempunyai tempat dalam kurikulum kepemimpinan bidang pendidikan yang telah dibubarkan seperti manajerialis dan pemikiran yang sempit.
Seperti kita akan rinci dalam artikel, kita percaya bahwa moral kepemimpinan dan manajemen bunyi tidak berlaku dipandang sebagai pesaing-pesaing dalam persiapan kepemimpinan sekolah. Perbaikan sekolah memerlukan para pemimpin yang menunjukan kapasitas keduanya yakni kepemimpinan dan manajemen (Bridges, 1977; Cuban, 1988; Hall and Southworth, 1997; leithwood, 1996; leithwood and Duke, 1999; March, 1978) Sungguh, dalam kritiknya terhadap kepentingan, Cuban (1988) menyimpulkan bahwa jauh didalam intisari kepemimpinan sekolah adalah suatu jenis “DNA Manajerial” yang selalu terasa untuk menggambarkan kegagalan sarjana dan praktisi untuk menyalurkan peran dengan konsentrasi eksklusif pada suatu wujud kepemimpinan (e.g pembelajaran, moral, kurikulum). Di samping analisa ini, Cuban mengkliam bahwa kepemimpinan sekolah yang sukses terletak kemampuan mencampur manajerial dan peran kepemimpinan dalam layanan pembelajaran siswa.
Artikel dibagi menjadi 3 (tiga) bagian. Bagian pertama menyediakan ikhtisar singkat dari konteks dan sasaran pendidikan manajemen didalam sector bisnis. bagian kedua, berisikan badan artikel, fokus pada kurikulum dalam program persiapan bisnis. Di bagian akhir, kita mendiskusikan implikasi untuk perancangan persiapan dan program pengembangan dalam kepemimpinan dan manajemen bidang pendidikan.
C. Konteks dan Sasaran Kurikulum Manajemen Bisnis
Manajemen Organisasi bisnis dirubah secara signifikan sejak awal tahun 1990 (Drucker, 1995; Naisbitt, 1997; Ohmae, 1995; Rohwer, 1996). Sumber dan perubahan ini meliputi :
Pertumbuhan dan pengintegrasian global, meningkatnya ekonomi pasar bebas yang meningkatkan standar kompetisi dalam seluruh sektor penyedian barang dan jasa.
Keterbukaan sistem politik besar-besaran antara Negara yang diikuti akses besar informasi global dan pertukaran wilayah perbatasan bisnis.
Perkembangan teknologi infomasi yang fundamental merubah cara dalam penyelenggara bisnis, mempertimbang komunikasi yang lebih murah, lebih mudah bertukar informasi, dan efisiensi lebih besar dalam produksi dan manajemen barang dan jasa.
Kekuatan perubahan global ini membawa perubahan fundamental dalam cara organisasi bisnis yang dikelola. Sebagai contoh, kami temukan gaya manajemen sebagai berikut :
Organisasi yang terstruktur ulang sebagai respon atas kompetisi yang lebih terbuka (Ohmae, 1996).
Ada hal utama, yang ditambahkan dalam kewiraswastaan dan manajemen bidang wiraswasta sebagai mesin pertumbuhan ekonomi global (drucker, 1995)
Pengakuan atas krisis etika dan masalah lingkungan menempati bangsa atau organisasi terbesar dimasyarakat global yang sudah memimpin dengan sangat mengutamakan moral kepemimpinan dan tanggung jawab sosial antara pemimpin bisnis. (Csikszentmihalyi, 2004).
Kemampuan mengelola dan menggunakan informasi untuk pengambilan keputusan kini merupakan kemampuan inti yang diperlukan para pemimpin sepanjang organisasi bisnis (Drucker, 1995)
Ada hal utama yang ditambahkan pada penghubung tujuan perusahaan dengan SDM, terutama melalui pemakaian manajemen kinerja dan pengukuran (Norton dan Kaplan, 1996)
Pengetahuan dipandang sebagai kunci mata uang organisasi yang memerlukan kesadaran dan manajemen yang proaktif (Buckman, 2004; Stewart, 1997, 2001)
Kapasitas untuk berinovasi dan perubahan dipandang sebagai kemampuan yang mencirikan organisasi tumbuh atau tergelapar dalam perubahan yang cepat karena lingkungan yang bergejolak (Drucker, 1995; Kotter, 2002; Rohwer, 1996).
Perubahan perubahan ini diperlukan kader pemimpin bisnis yang memiliki semangat dalam kapasitas kepemimpinan dan manajemen. Dalam tanggung jawab, lembaga pendidikan telah membuat rancangan kurikulum disesuaikan untuk para pemimpin bisnis. Gagasan pertama dari penyesuaian mereka telah menetap sasaran dan tujuan.
D. Sasaran dan Tujuan kurikulum
Sasaran kurikulum manajemen bisnis modern termasuk, tetapi tidak dibatasi pada pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan :
Pendidikan Fungsional, pengetahuan luas yang fungsional dari manajemen bisnis yang termasuk, kemempuan bekerja sesuia teori ilmu sosial dalam mengelola organisasi.
Pemecahan Masalah, kemampuan kritis, inovatif, kreatif dan membuat penghubung antara bidang yang berbeda dalam menganalisis masalah.
Perspektif Global, perspektif global didasarkan pada pemahaman terhadap, permasalahan, persoalan dan kesempatan yang relevan antara lingkungan lokal dan global.
Kepemimpinan, kemampuan bekerja sama dalam menciptakan visi untuk organisasi, mengembangkan strategi implementasi, dan memotivasi yang lain untuk ikut bekerja menuju keberhasilan.
Penilaian Etika dan Pengambilan Keputusan, penggunaan etika dan dampak lingkungan atas kebijakan dan peran mereka dalam mengelola orang dan organisasi yang berbeda dalam masyarakat global.
Kemampuan Menyesuaikan diri, refleksi diri dan perkembangan pribadi, pemahaman menghargai orientasi personal orang lain,mengembangkan kemempuan untuk merefleksi, keahlian dan sikap karena hal tersebut mendukung berlangsungnya kehidupan pembelajaran.
Komunikasi, kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam tulisan dan lisan untuk bermacam tujuan dan para pendengar.
Mengelola Informasi dan Teknologi, pengetahuan dan kemepuan merencanakan dan menggunakan teknologi informasi sebagai alat untuk manajemen organisasi yang produktif.
Kemampuan Manajemen, kemampuan untuk menggunakan keterampilan dalam mengelola proyek, sumber daya dan proses bisnis secara efisien dan efektif.
Ini menarik untuk dicatat, inti dan tujuan yang saling melengkapi dengan sasaran yang digambarkan pada abad ke-21 kepemimpinan dan manajemen kurikulum (e.g Hallinger, 2003; Huber, 2002). Dua catatan penting yang saling melengkapi antara sasaran dan tujuan hanya kami lihat pada : mengelola informasi, kemampuan manajemen. Ini mewakili fokus dari diskusi yang diperluas dalam bagian berikutnya dari artikel ini.
D.1 Keyfoci Kurikulum Manajemen Bisnis
Kurikulum manajemen pendidikan mempunyai banyak kritik setelah beberapa dekade lalu. Ini telah memimpin perubahan dan inovasi yang pantas dipertimbangkan dalam persiapan dan perkembangan program. Tulisan ini merangsang lebih lanjut inovasi kepemimpinan kurikulum di sekolah melalui diskusi bidang-bidang yang dipilih dari kurikulum manajemn bisnis. Di dalam melakukan analisa ini, bagaimanapun, perlu dicatat bahwa kita tidak menyajikan seluruh kurikulum manjemen bisnis. Kami benar-benar selektif, memfokuskan hanya sebagai pengganti bidang ini bahwa kami memandang sebagai hal utama dan sesuai untuk persiapan dan perkembangan para manajer pendidikan.
D.2 Mengelola Informasi
Selama 15 tahun telah terjadi revolusi manajemen dalam organisasi bisnis. Revolusi lebih kepada peran dan penggunaan informasi dalam mengelola organisasi. informasi digunakan peran peran kunci dalam bagian hubungan yang berbeda dalam organisasi. Sistem informasi komputer ada sejak tahun 1980 yang dirancang secara tradisional untuk kebutuhan departemen fungsional yang spesifik dari organisasi (e.g akuntansi, pengadaan, penjualan). seiring waktu, ini menjadi nyata bahwa jenis rancangan ditekankan pada masalah komunikasi yang timbul dai struktur organisasi perusahaan. Selama tahun 1990, Enterprise Resource Management (ERM) muncul sebagai suatu konsep manajemen yang memandang organisasi dan aktivitasnya sebagai satu kesatuan yang terintegrasi. Informasi salah satu hal lebih mungkin esensial dalam hubungan ini, dan kemajuan teknologi informasi telah merubah ERM dari konsep menjadi implementasi praktik.
Penggunaan informasi sejak awal, sistem ERM menyediakan kepada para manajer gaya manajer terpenting yang mungkin muncul dalam organisasi bisnis selama dekade lalu. Dalam pendidikan hal ini sangat sesuai sebagai contoh, untuk meningkatkan perhatian manajer sekolah harus mengambil keputusan berdasarkan data. ERM bisa memberdayakan para manajer dengan membuka peluang akses informasi yang dibutuhkan untuk keputusan-keputusan mengenai pembelajaran siswa melalui sistem. Akses untuk informasi yang dibuat sistem ERM mungkin disosialisasikan dengan beberapa kursus yang baru-baru ini mulai muncul dalam kurikulum manajemen bisnis yang kami akan uraikan lebih detil.
D.2.a Kecerdasan Berbisnis
Ini hanya selama pertengahan tahun 1990 perangkat lunak yang canggih tersedian untuk digunakan para manajer dalam mengelola dan menganalisa informasi lebih mudah dan efisien. Ini membuka peluang perusahaan untuk memanfaatkan investasi IT dan mereka sudah mengumpulkan seluruhnya dalam informasi bisnis (e.g database pelanggan, informasi keuangan, informasi SDM) dan yang lebih besar keefektivitasan. Data perusahaan dikenal sebagai aset organisatoris (Buckman, 2004; lee dan prusak, 2004). Exploitasi data ini untuk keuntungan bisnis yang kemudian dikenal sebagai kecerdasan bisnis (Bergeron, 2003).
Dewasa ini para manajer perusahaan pada semua tingkat perlu berkembang sesuai pemahaman bagaimana data ini dapat digunakan untuk memahami kinerja individu, unit-unit bisnis, organisasi secara keseluruhan, Pendidikan tingkat pertama dalam kecerdasan berbisnis terpusat pada :
Meningkatkan kesadaran akan pentingnya data dalam pengambilan keputusan
Kepekaan para manajer akan jenis data yang sudah tersedia untuk mereka dalam lingkungan alami mereka.
Pemahaman tentang bagaimana data dapat ditransferkan menjadi informasi dan kemudian bagaimana informasi dapat disaring dan dikelola untuk menciptakan kecerdasan dalam peningkatan kefektifan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Seperti para manajer bisnis, para pemimpin pendidikan juga harus memanfaatkan gaya ini dalam manajemen informasi. Dengan demikian kami menyatakan bahwa program, persiapan untuk para pemimpin sekolah harus mengarah pada perkembangan keterampilan-keterampilan yang terkait pada:
Mengidentifikasikan kebutuhan informasi sekolah
Perkembangan kesadaran barang-barang IT yang tersedian untuk manajemen informasi dan pengambilan keputusan
Penggunaan alat analisis untuk mengeksplor dan memperoleh pengertian yang mendalam dari data
Menyatukan fakta-fakta kedalam jawaban penuh makna atas masalah yang merintangi sekolah dalam mencapai sasaran mereka.
Aplikasi exploitasi informasi dalam lingkungan pendidikan harus disiapkan. Para pemimpin sekolah diharapkan untuk memuat keputusan berbasi data. Tanggung jawab mereka untuk ketercapaian standar pembelajaran, menganalisa nilai tes siswa, mengidentifikasi bidang kekuatan dan kelemahan sekolah didasarkan pada survey stakeholder, dan menyatukan ini dari data lain kedalam rencana pengembangan sekolah. Ini hanya sedikit contoh cara dalam konsep kecerdasan berbisnis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan seluruh efektivitas (e.g hasil-hasil pembelajaran) disekolah.
D.2.b Ilmu Manajemen
Pengetahuan manajemen adalah bidang baru yang relatif yang berhubungan dengan banyak konsep dalam lingkaran pendidikan, pembelajaran organisatoris. Dengan perspektif ini, pengetahuan terdiri dari aset intangible organisasi yang dapat digunakan untuk menciptakan nilai dalam bentuk peningkatan produk atau jasa (Buckman, 2004; Gorelick dan Milton, 2004;Kermally, 2002; Rylatt, 2003;Stewart, 1997, 2004). di sekolah, hal ini mungkin untuk memandang pengetahuan sebagai proses dan produk dari organisasi.
Pengetahuan Organisasi dapat berupa eksplisit maupun tacit pengetahuan exploit (pengetahua formal) terdiri dari pengertian bahwa kita dapat menguraikannya dalam bahasa dan komunikasi kepada orang lain. (Buckman, 2004; jacson dan hit, 2003). Sejak pengetahuan jenis ini dapat diuraikan, adalah hal yang mungkin disimpan dan digunakan di masa depan.
Pengetahuan tacit (pengetahuan informal) berakar dari pengalaman dan intuisi individudan sulit pada awalnya untuk menguraikannya kepada orang lain. Pengetahuan tacit sering disertai proses informal (spit manajemen atau mengajar) yang kita peroleh melalui pengalaman kita, secara individu dan kelompok. bagaimanapu, karena pengetahuan tacit sering sulit untukkita uraikan kepada orang lain, hal ini jarang di sharingkan dan disusun untuk digunakan dalam pengambilan keputusan.
Apakah pengetahuan manajemen sesuai dalam sekolah? kami fikir begitu. Sesunggunhnya pengetahuan manajemen sangat cocok dengan konsep-konsep sekolah sebagai masyarakat pembelajar. Ini seperti sikap bertanya dalam pidato beberapa tahun oleh Judith Warren Little (1982) ketika ia diminta pendidik untuk menanggapi berapa banyak sekolah yang lebih pintar dapat terwujud jika munkin terwujud apakah dapat dikenal dan berbagi pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan oleh sluruh guru. Ini merupakan bayangan dimana pengetahuan manajemen sangat sesuai disekolah.
Dalam sector bisnis, disiplin pengetahuan manajemen difokuskan pada 2 (dua) tujuan utama :
Untuk mengembangkan sarana dengan pengetahuan eksplisit dan tacit dapat di akses sebagai sumber daya
Untuk memperluas kapasitas individual untuk mengakses, menggunakan dan belajar dari informasi yang menggambarkan apa yang kita tahu dan apayang kita tidak tahu (Bergeron, 2003)
Pada pandangan pertama, itu sangat sulit atau bahkan memanipulasi untuk mencoba mengelola perubahan pengetahuan dalam organisasi. Ilmu manajemen, berfokus pada fasilitas yang mengendalikan perubahan pengetahuan. Untuk menempatkan ini dalam perspektif yang lebih praktis, kita harus mencatat peran teknologi informasi yang terus meningkat pengguanaannya dalam menfasilitasi manajemen pengetahuan di peraturan organisasi (Buckman, 2004; Garvey dan Williamson, 2002; lees dan prusak, 2004). Ini termasuk :
• Sistem komunikasi intranet dan internet
• Email dan papan diskusi
• Sofware Manajemen Dokumen
Sekolah memiliki kebiasaan sederhana ditandai oleh norma keleluasaan dan rendahnya tanggung jawab. sasaran penentu kebijakan lebih dari dua dekade lalu telah mengubah dangan mudah sasaran kedalam tempat kerja yang lebih sistematis. pengalaman menyarankan, bahwa solusi struktural mampererat gabungan sasaran, praktek dan sering kali gagal ketika mereka menjalani bertentangan dengan norma budaya sekolah (Cuban, 1988;Fullan, 2001, 2003; March, 1978).
Sebagai suatu pendekatan inovasi dalam pendidikan ilmu manajemen menawarkan potensi yang menarik bahwa dalam ilmu manajemen dapat dibangun sekolah-sekolah seperti harapan mereka. Ilmu manajemen mewakili arti bahwa organisasi dengan sistem penggabungan bebas, seperti sekolah, dapat bekerja kearah perbaikan yang berkelanjutan, dan dalam jangka panjang meningkatkan kualitas (Sanchez, 2001). Ilmu manajemen bisa menawarkan cara kapital diatas organisasi yang dibubarkan dari ilmu pekerja dengan menciptakan bentuk jaringan antar para guru. Jaringan ini akan mengambil wujud dari jaringan pembelajaran dan bertukar pemahaman contoh yang telah ada dari penggunaan ilmu manajemen yang mengatur bidang pendidikan. Di Inggris Universitas Nasional Sekolah Kepemimpinan atau National Collage of school leadership (NCSL) memiliki sumber daya yang kokoh untuk membangun komunitas pembelajar professional antar sekoah. Konsisten pada ajaran-ajaran ilmu manajemen, NCSL menggunakan teknologi informasi untuk membentuk dan mendukung komunitas on-line. Komunitas pembelajaraan ini terdiri dari pendidik profesional yang memiliki ilmu manajemen.
Ini adalah usaha eksplisit untuk menghubungkan individu profesional yang dibubarkan dalam sekolah sepanjang bangsa tersebut sebaik sekolah yang menghadapi masalah, kebutuhan, sasaran. Dalam banyak kasus peralatan software (papan diskusi) memfasilitasi proses pertukaran pengetahuan dan pengalaman stakeholder.Pengetahuan ini diterapkan orang –orang untuk meningkatkan solusi yang sehat dalam satuan-satuan (seperti kelas-kelas dan sekolah-sekolah dan sistem sekolah) dalam cara yang tidak pernah mungkin sebelumnya.
Aspek lain ilmu manajemen perlu juga digaris bawahi. Ini adalah penangkapan, penyimpanan, dan pengolahan informasi yang berhubungan dengan apa yang organisasi pelajari dari pengalaman (Bergeron, 2003; buckman, 2004). Fokus itu bisa berhubungan dengan perbaikan sekolah, penggunaan sistem pengadaan baru atau penggunaan rubrik-rubrik dalam penilaian. Alat software sekarang memungkinkan organisasi untuk menangkap, menyimpan dan menyoroti, pengetahuan ini dalam cara yang tidak pernah mungkin sebelumnya.
Menurut pendapat kami, ilmu manajemen merupakan hal yang utama untuk digunakan oleh para pemimpin dan manajer sekolah. Ketika dipandang dari perspektif perbaikan dan perubahan sekolah, ilmu manajemen memiliki beberapa kontribusi yang potensial :
• Ilmu manajemen tidak sebagai dasar perbaikan sekolah atau perubahan wujud struktural sekolah, sebagai gantinya, keduanya dioperasikan dalam batasan-batasan struktural yang ada didalam celah antara struktur.
• Ilmu manajemen terpusat pada inti teknologi sekolah, transmisi dan aplikasi pengetahuan. Dalam hal ini, terpusat diluar transmisi pengetahuan dari guru ke siswa termasuk stakeholder pembelajaran melalui sistem organisasi.
• Jika ilmu manajemen digunakan dengan sukses dalam arti pembelajaran profesional antara orang dewasa, hal ini berpotensi mentransfer konsepi-konsepsi bahwa guru menjaga bagaimana siswa belajar. Ini mewakili revolusi yang benar dalam pembelajaran.
D.2.c Manajemen Hubungan Pelanggan
Kompetisi dewasa ini, ekonomi dikendalikan pelanggan, manajemen hubungan pelanggan atau customer relationship management (CRM) yang menjadi salah satu dari sekian banyak penerapan inisiatif bisnis (Gentle, 2002). Kata pelanggan dan tujuan yang diungkapkan CRM dalam menyediakan pelanggan dengan pengalaman pembelian dan pelayanan yang optimal agar memenangkan pelanggan yang setia dan meningkatkan bisnis, dapat menjurus pada persepsi bahwa CRM tidak sesuai untuk lembaga pendidikan. Bagaimanapun, di era ini kita harus menganggap siswa dan orang tua mereka sebagai pelanggan dari pelayanan pendidikan.
Tujuan dasar CRM adalah untuk mengerti kebutuhan dan keinginan pelanggan dan kemudian untuk memuaskan mereka dengan konsisten dan secara efektif. Jadi, konsep seperti pembelajaran dipusatkan pada siswa (student centered learning) atau sekolah dipusatkan pada pelajar (learner centered school) dapat dipandang sebagai contoh CRM dalam praktek pendidikan (Dyche, 2002). Mendasari praktek nyata CRM ada beberapa fitur yang menterjemahkan secara langsung ke dalam praktek manajemen pendidikan, yakni :
• produk atau layanan yang sesuai, seperti pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seperti apa yang sesuai untuk kelompok siswa tertentu ?
• jalur yang disukai dan tingkat dukungan dan layanan yang diminati, seperti metode pembelajaran, jalur, waktu, dan lingkungan yang seperti apa yang cocok untuk tiap jenis siswa ?
• jalur komunikasi pelanggan yang efektif, seperti jenis interaksi apa yang perlu dilangsungkan antara sekolah, siswa dan orang tua serta bagaimana membuat stakeholder utama dilibatkan secara konsisten dan terpuaskan ?
• nilai organisasi untuk pelanggan dan pengalaman, seperti bagaimana siswa dapat menerapkan pembelajaran yang mereka peroleh untuk perbaikan diri dan masyarakat serta apakah sekolah dapat belajar dari siswa untuk memperbaiki proses dan kinerja mereka ?
• penetapan nilai pelayanan, seperti apakah stakeholder mau membayar jasa pendidikan yang telah kita sediakan ?
• bagaimana cara untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan, seperti bagaimana cara kita menemukan atau mencukupi harapan siswa dan orang tua sehingga mereka tidak hanya melanjutkan belajar dengan kita tapi jua bertindak sebagai duta besar yang baik bagi sekolah kepada dunia luar ?
CRM menekankan komitmen organisasi untuk mematuhi kesadaran terhadap persoalan ini dan menyediakan proses yang memungkinkan organisasi untuk memuaskan pelanggan dengan konsisten dan efektif (Barkley dan Saylor, 2001 ; Gentle, 2002). Proses CRM dirancang untuk organisasi bisnis yang dapat diterapkan, barangkali dengan dikurangidalam batasan-batasan bidang tertentu, untuk manajemen pendidikan dalam kaitan dengan proses apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan (Cooper,2002) itu melibatkan :
• memperoleh dan mempertahankan pelanggan-pelanggan yang berharga.
• memahami pelanggan berdasarkan karakteristik, kebutuhan dan perilaku pembeiian mereka.
• mengembangkan produk yang disukai, pelayanan dan jalur pengantaran untuk bertemu klien yang memerlukan.
• berinteraksi dengan pelanggan dan mengirimkan harga yang ditingkatkan untuk klien organisasi.
Sebagai pendidik, kita memandang konsep dan praktek ini sebagai hal yang sangat sesuai dengan sekolah, terutama dalam rangka meningkatkan tanggung jawab. Rowan (1982) mencatat bahwa sebelumnya tanggung jawab sekolah sangat fundamental didasari atas mencukupi kepuasan persepsi publik akan kekuasaan. Ia menentang bahwa dukungan publik untuk sekolah akan meningkat bila sekolah mencukupi persepsi publik yang mereka ingin dapatkan dari sekolah. Ini sasaran CRM untuk meningkatkan kemungkinan bahwa pelanggan menerima jeins layanan yang mereka inginkan.
Secara umum implementasi dari konsep manajemen yang lain dan teknik yang dibahas dalam tulisan ini, implementasi CRM mempengaruhi seluruh usaha dan memerlukan perubahan signifikan dalam beberapa aspek utama bisnis, struktur organisasi, pengukuran kinerja organisasi, interaksi pelanggan, dan teknologi. Kita telah memasukkan CRM dalam bagian pada pengelolaan informasi karena hanya dengan peralatan software, organisasi mampu menguji dan memahami hubungan antara pelanggan dengan layanan organisasi.
Pendidikan CRM meliputi perencanaan dan implementasi CRM dalam organisasi. Ini menguji apa yang dilibatkan dalam setiap aspek perubahan tersebut, persoalan praktek implementasi, teknik-teknik dan peralatan untuk mencapai perubahan dan cara mengukur kesuksesan inisiatif CRM. Implementasi CRM hádala proyek , dan suksesnya tergantung pada kemampuan team dalam manajemen proyek (Barkley dan Taylor, 2001 ; Dyche, 2002). Tujuan dan kinerja CRM harus membentuk seluruh bagian strategi tujuan organisasi dan mengukur kinerja; pemahaman kebutuhan dan tingkah laku pelanggan dapat dibuat melalui kecerdasan bikinis (seperti: data software, síntesis informasi, dana data mining). Jadi, kita tekankan kembali bahwa kemampuan manajemen yang kita diskusikan disini harus dipandang sebagai kesatuan pendekatan yang harus diterapkan bersama, daripada sebagai pengetahuan yang terpisah (Barkley dan Taylor, 2001).
D.3 Kemampuan Manajemen
Seperti yang dikatakan sebelumnya, ketersediaan informasi dan pola pikir pendekatan organisasi dalam kinerja yang terintegrasi harus memimpin kebutuhan untuk kemampuan baru antara para manajer dalam organisasi bisnis. Kita sudah membahas beberapa kemampuan-kemampuan tersebut dalam bahasan mengelola informasi.
Dalam bagian ini kita mendiskusikan beberapa bahasan tambahan seperti manajemen strategi dan pengukuran kinerja, manajemen perubahan, dan manajemen proyek. Organisasi bisnis menganggap kemampuan manajerial ini sebagai pelengkap inisiatif kepemimpinan dalam melaksanakan visi organisasi, pembelajaran organizacional dan perbaikan.
D.3.a Manajemen Strategi dan Pengukuran Kinerja
Sepanjang sektor organisasi dan diseluruh dunia beroperasi dalam kompetitif dan kondisi pasar yang cepat berubah (Kaplan,2004 ; Niven, 2002; Porter, 1998). Sebagai hasilnya, masing-masing harus menetapkan penyelesaian dan visi perubahan, rumusan strategi, dan rencana kerja untuk mencapai tujuan organisasi yang menjurus pada visi yang lebih efektif dan efisien. Kemampuan kepemimpinan hádala kemampuan mempengaruhi dan mengatur nilai, pengembangan dan komunikasi visi, pengembangan strategi, dan memotivasi yang lanilla utnuk bergerak maju dalam satu arah menuju sasaran yang telah ditetapkan. Seperti yang kami tekankan dalam tulisan ini, hal tersebut hanya dengan mencapurkan kemampuan kepemimpinan dengan ilmu manajemen yang dapat diidentifikasi serta keterampilan manager yang nyata sehingga memungkinkan organisasi mereka berhasil (Caldwell, 1988 ; Davies, 2003 ; Kotter, 1990,2002 ; Leithwood dan Dute, 1999).
Sekolah beroperasi dalam lingkungan yang mengubah lebih luas daripada bisnis dalam tignkat kompetisi yang jelas. Meskipun begitu, sekolah menghadapi tantangn perumusan visi mereka di masa depan. Sekolah harus mengartikulasikan sebagai bagian dari ‘perbaikan sekolah’ perubahan-perubahan yang mereka inginkan dalam arti apa yang ingin mereka capai (Leithwood dan Dute, 1999). Proses strategi kepemimpinan atau manajemen strategiini sudah mencapai statu peningkatan profil dalam pendidikan di tahun terakhir (Davies, 2003).
Manajemen strategi melibatkan perumusan strategi dan implementasi strategi. Dalam perumusan strategi, organisasi mengidentifikasi misi dan sasaran strategisnya, meneliti situasi yang kompetitif, dan strategi yang cerdik yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran strategis (Kaplan, 2004). Perumusan strategi mengandung pengertian direksi umum sehingga anggota organisasi mengetahui bagaimana dan dimana menggunakan usaha dan sumber daya atau tenaga mereka. Para pebisnis merumuskan strategi agar kompetisi bermanfaat pada keuntungan (Porter, 1998).
Strategi, bila dirumuskan dengan baik, tidak mungkin mencapai sukses jangka panjang tanpa implementasi yang tepat (Kaufman, 1995 ; Kotter, 1996,2002). Pertanyaannya adalah apakah dalam kenyataan strategi digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan dapatkah kita mengimplementasikannya dengan efektif ?. Implementasi strategi kompleks dan penuh tantangan. Jadi, para pemimpin harus dapat memutar strategi dalam tindakannya. Ini juga memerlukan kesediaan dan komitmen semua tingkat dalam organisasi utnuk menyusun kinerja-kinerja merekadan membuat modifikasi seperti yang diperlukan untuk menemukan sasaran yang diinginkan. Manajemen perubahan yang disertai kepemimpinan dan kemampuan manajemen, memainkan peran penting dalam implementasi strategi yang sukses (Kotter, 1996,2002).
Pertengahan tahun 1990, Kaplan dan Norton (1996) memperkenalkan Balanced Scorecard Concept (BSC) sebagai alat untuk mengukur kinerja organisasi. Scorecard meliputi indikator eksternal dan internal seperti juga indikator prestasi organisasi di masa lalu, sekarang dan masa depan. Konsep BSC pada hakikatnya memperluas pengukuran kinerja organisasi dari pusat sederhana kepada hasil-hasil keuangan (Niven, 2002).
Organisasi yang menjalani hal ini menemukan bahwa ini tidak hanya menyediakan ukuran menyeluruh dari kinerja, tapi juga mendukung implementasi strategi (brickley dan Smith, 2003). Layanan balance scorecard yang jelas berarti untuk strategi yang terhubung dalam empat perspektif dari BSC yakni keuangan, pelanggan, proses internal, pembelajaran dan pertumbuhan, dampak komunikasi dan setiap inisiatif strategi pada orang lain (Becker et al, 2001). Indikator kinerja utama yang mengukur prestasi dari tujuan strategi bermakna untuk mengukur keefektifan strategi dan kemajuan organisasi ke arah pencapaian visi (Becker et al, 2001 ; Kaplan dan Norton, 1996).
BSC (Niven, 2002) dapat disesuaikan untuk lembaga pendidikan dimana faktor-faktor seperti kreasi pengetahuan, pertumbuhan sosial, pembelajaran siswa dan kualitas teknik lebih sesuai daripada pengukuran bisnis seperti profitabilitas atau penguasaan pasar. Dalam beberapa hal, sekolah menghadapi tantangan yang sama yang dihadapi oelh dunia bisnis pada dekade lalu; cara utnuk membuat keseimbangan yang lebih baik antara hasil yang dianggap vitas oleh stakeholder eksternal (seperti prestasi pembelajaran siswa) dan hasil lain yang tak kalah penting sering tidak diperhatikan (seperti pertumbuhan sosial siswa). Balanced Scorecard berarti perkembangan dan melukiskan indikator kemajuan hasil sekolah dan faktor yang menyebabkannya (seperti ukuran kelas, kualitas guru, komitmen staf, janji siswa).
Kenyataannya stakeholder organisasi yang menyediakan key input dalam perkembangan scorecard mereka. Para pendidik bekerja dengan pihak lain untuk menciptakan visi, merumuskan strategi guna merealisasikan visi dan, dengan pengetahuan terpendam yang mereka miliki dalam persoalan bidang pendidikan, merupakan hal terbaik untuk perkembangan Balanced Scorecard dan indikator kinerja utama sekolah. Adopsi pengukuran kinerja seperti inidkator kinerja utama membuat hal ini penting bagi sekolah untuk mengumpulkan, merawat, meneliti dan menginterpretasikan data. Hal ini menguatkan kembali kebutuhan untuk mengelola informasi dengan efektif seperti yang telah kita diskusikan dalam bahasan kecerdasan bisnis.
Meski kita percaya bahwa aplikasi balance scorecard dalam pendidikan tak terelakkan, hal ini penuh kontroversi. Kritikus-kritikus akan menolak bahwa difinisi indikator kinerja utama bagi sekolah akan menuntun pada peraihan tujuan yang dapat diukur, tanpa meraih hal itupun sekolah lebih bernliai, tapi sulit untuk mengukur tujuan. Kritik ini menghalangi semua usaha penggunaan pengukuran dalam pendidikan dan perdebatan atas penggunaan pengetahuan dan literatur efektifitas sekolah sebagai fondasi perbaikan sekolah.
Ketika kita memulai diri kita untuk mengembangkan BSC dalam manajemen sekolah, kita menyatakan bahwa proses mengidentifikasi indikator kinerja utama untuk sekolah dan potensi yang berguna dari BSC dalam mengelola perbaikan membuat usaha layak untuk diujicobakan. Hal ini merupakan tantangan untuk menggambarkan hasil yang penting seperti ’Perkembangan Moral Siswa’ yang dapat diukur. Dilihat dari perspektif lain, seperti menyiratkan penggunaan balanced scorecard mampu menyediakan gambaran seimbang dari prestasi sekolah. Dibanding hanya mengutamakan prestasi pembelajaran dalam tes, sekolah dapat menggambarkan hasil kinerja yang lebih luas dan dapat diukur. Dengan demikian, kami menyarankan pendekatan manajemen ini digunakan untuk mengimplementasikan dan mengukur strategi dengan terbuka tapi tetap menggunakan perspektif kritikal.
D.3.b Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah kemampuan manajemen lain yang mendapat perhatian besar dalam pendidikan bisnis dan program pembangunan di tahun terakhir. Alasan-alasan serupa banyak dikutip dalam konteks pendidikan. Perubahan lingkungan yang cepat membawa arus perubahan ke dalam organisasi bisnis, mengancam kemampuan mereka untuk menterjemahkan niat-niat dan strategi ke dalam tindakan.
Seperti ditulis di atas, pemimpin bisnis harus dapat mengenali batasan dari dampak inovasi-inovasi perusahaan karena ketidaklengkapan atau ketidakefektifan implementasi (Kotter, 1996,2002). Jadi, perusahaan menekankan pada pengembangan strategi di tahun terakhir yang disertai dengan peningkatan perhatian untuk melengkapi keterampilan manajemen seperti manajemen perubahan dan manajemen proyek. Isi pelajaran dalam program manajemen bisnis benar-benar nyata muncul dan dapat dikenali oleh manajer pendidikan. Model seperti ini dikembangkan oleh W. Bridges (2003), Kotter (1990,1996,2002), Jick dan Peiperl (2003), Kaufman (1995), Drucker (1995), Trompenaars (2004), dan O’Toole (1995) seringkali membentuk dasar yang teoritis untuk pelatihan-pelatihan dalam manajemen perubahan dalam bisnis.
Manajemen perubahan sangat diperlukan sebagai kemampuan utama bagi para manajer pendidikan. Kita membaca isi dari persiapan dan program pengembangan sekolah untuk para pemimpin sekolah dengan memperhatikan persoalan-persoalan dalam sektor pendidikan. Dengan kedekatan ini, kami mencatat arti pentingnya, tapi hal tersebut tidak dijelaskan dalam bahasan ini.
D.3.c Manajemen Proyek
Di sektor swasta, pertumbuhan ekonomi global yang cepat meningkatkan kebutuhan dalam mengembangkan bisnis dan pengiriman produk serta layanan dengan cepat, berkualitas tinggi dan harga yang berkompetisi (Diwan, 1999). Penekanan pada kualitas, kecepatan yang efisien dan hasil-hasil yang konsisten, sangat penting dalam manajemen proyek. Manajemen proyek terdiri dari satu set proses manajemen yang sistematis dan teknik-teknik yang dirancang untuk memperbaiki kemungkinan meraih hasil yang diinginkan dalam jadwal dan anggaran yang sudah disetujui (Forsberg et al, 2000 ; Muda, 2003).
Dalam sektor swasta, perhatian ditingkatkan pada perumusan strategi yang menghasilkan perkembangbiakan proyek-proyek perbaikan yang baru. Rencana kegiatan pengembangan organisasi agar implementasi tujuan strategi menjadi dapat dibayangkan sebagai proyek daripada sebagai rencana. Sebagai disiplin manajemen, manajemen proyek digambarkan sebagai perencanaan yang sistematis, monitoring dan pengendalian aktivitas serta sumber daya yang dirancang untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Organisasi bisnis termasuk hotel, perusahaan software, perusahaan minyak, para spesialis penelitian dan pengembangan, perusahaan konsultan, dan organisator-organisator yang memiliki andil penting dalam manajemen proyek. Kesuksesan mereka tergantung beratnya kemampuan tidak hanya menghasilakn perkembangan dan perbaikan dalam proses bisnis (seperti perbaikan sekolah) tapi juga mengendalikan resiko dan biaya. Dengan pemikiran ini, hal tersebut luar biasa bahwa teknik manajemen proyek belum diadopsi secara luas dalam sektor pendidikan.
Manajemen proyek merupakan keterampilan penting untuk manajer dalam beroperasi di lingkungan yang dinamis dimana perubahan dicapai melalui implementasi proyek. Para manajer perlu menghargai konflik alami yang potensial antara aspek utama proyek, lingkup, waktu dan sumber daya serta cara merencanakan, mengendalikan dan keseimbangan aspek ini untuk penyelesaian proyek dengan sukses. Banyak proyek gagal karena lingkup proyek tidak digambarkan secara jelas dan disetujui oleh stakeholder sejak awal. Ini dapat menjurus kepada asumsi-asumsi palsu, harapan-harapan tak beralasan atau yang belum jelas, dan akhirnya gagal untuk menyampaikan hasil-hasil yang dingingkan. Untuk menyelesaikan masalah, lingkup digambarkan secara detil seringkali berubah selama proses resulting sampai proyek selesai atau melebihi anggaran atau keduanya. Jadi lingkup manajemen dan manajemen perubahan adalah keterampilan utama bagi para manajer proyek.
Penjadwalan yang sistematis dari aktivitas proyek dan sumber daya merupakan hal penting untuk manajemen proyek, seperti monitoring dan pengendalian kemajuan proyek yang berkaitan dengan waktu, biaya dan nilai yang disampaikan (Cobb, 2003). Secara umum dengan aspek manajemen lain, sistem software komputer ’Sistem Manajemen Informasi Proyek’ yang tersedia luas dapat digunakan oleh para tenaga kerja dari tim proyek dalam penyelesaian tugas-tugas.
Lebih dari 25 tahun ’Perbaikan Sekolah’ menjadi industri dalam pendidikan. Pembuat kebijakan aktif mempromosikan ’perbaikan sekolah’ melalui kebijakan yang diperlukan bagi sekolah dalam proses-proses spesifik (seperti perencanaan perbaikan sekolah, perencanaan pembangunan sekolah). Hal ini semakin umum di seluruh dunia bagi sekolah untuk menghasilkan rencana tahunan menjelaskan apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan proses pendidikan dan hasil pembelajaran. Pertumbuhan pelatihan industri telah berkembang di sekitar kerangka kebijakan baru ini untuk membantu sekolah dalam melaksanakan proses ini.
Meskipun terus menerus dirubah, perbaikan perencanaan struktur sekolah, adalah cara paling penting dari pelatihan ini yang terbatas pada 'perencanaan' dan bagaimana cara melaksanakan manajemen proyek. Selain itu, sementara memperbaiki sekolah perencanaan berlangsung dengan adanya masalah sumber daya, relatif sedikit pertimbangan di banyak sekolah untuk mengeluarkan biaya sampingan dalam rencana mereka. Memang, bahkan di sekolah tempat sastra relatif sedikit penekanan pada biaya bila dibandingkan dengan keefektivitasannya. Manajemen proyek memiliki potensi yang baik untuk meningkatkan perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek perbaikan sekolah dengan memastikan yang lebih sistematis terhadap apa yang akan dibutuhkan untuk mencapai tujuan proyek.
Manajemen proyek juga menyediakan metode yang lebih sistematis untuk mengidentifikasi dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan dari orang-orang yang tidak memiliki peran kepemimpinan secara resmi (Young, 2003). Jelas saat ini sekolah dinyatakan harus mengembangkan kapasitas kepemimpinan yang lebih dari sekedar kepala sekolah ataupun wakil kepala sekolah. Dalam mengelola proyek peran kepemimpinan dalam proyek yang jelas serta akuntabilitas dan pengambilan keputusan kewenangan individu. Dengan demikian manajemen proyek terkait dengan perluasan peran kepemimpinan dan distribusi tanggung jawab untuk mencapai hasil proyek.
E. Pembahasan
Artikel ini berasal dari gabungan akademik dan pengalaman praktis kami dalam pendidikan sekolah bisnis dan manajer. Kami mengambil penjelasan ini dari bagian kurikulum manajemen bisnis dengan harapan untuk dapat berbagi dalam sebuah perspektif pendidikan di sekolah manajer. Kami tidak berniat deskripsi ini sebagai kritik atas apa yang sedang di ajarkan dalam bidang manajemen pendidikan. Memang kita menyadari bahwa manajemen kurikulum pendidikan mulai memasukkan informasi lebih lanjut dan pengambilan kebijakan terkait konten dalam beberapa tahun terakhir. Dan tidak pula kami lakukan ini sebagai pengetahuan 'kursus' yang dapat diadopsi dalam mengelola kurikulum pendidikan. Sebaliknya, penulis berharap bahwa karya akan mendorong perdebatan mengenai relevansi mengenai hal ini dari usaha manajemen untuk kurikulum pendidikan manajemen.
Selain itu, kami juga ingin mengetahui beberapa kritik yang akan ditingkatkan upaya untuk menilai kegunaan manajemen bisnis untuk persiapan kurikulum pendidikan manajer. Pertama, dengan justifikasi, kritik akan menekankan bahwa perbedaan antara dunia usaha bisnis dan sekolah memerlukan pendekatan yang berbeda untuk kepemimpinan dan manajemen. Meskipun kita setuju bahwa ada perbedaan penting, kami tidak setuju dengan praktik diskon relevansi manajemen bisnis bagi manajemen pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, membahas perbedaan-perbedaan ini dan kepercayaan kita mengenai perbedaan ini memiliki implikasi untuk pendidikan pemimpin sekolah.
Yang kedua dari kritik utama pada penekanan relatif yang harus kita berikan kepada manajemen versus kepemimpinan dalam pendidikan, pelatihan dan pengembangan pendidikan manajer. Meskipun kami menyarankan kami mencantumkan argumen pada awal dari makalah ini, kami berusaha untuk menjelaskan hal ini secara lebih rinci dalam bagian tulisan ini.
F. Perbedaan dalam Pengelolaan Bisnis dan Sekolah sebagai Organisasi
Yang berlebihan hampir setiap tujuan bisnis perusahaan adalah keuntungan. Sedangkan tujuan-tujuan lain seperti tanggung jawab sosial dan penyediaan lapangan kerja yang baik kepada masyarakat dianggap penting dipilih oleh perusahaan, mereka jarang bersaing dengan keuntungan dalam tujuan hirarki organisasi. Melengkapi dari asumsi ini, cendekiawan menemukan bahwa organisasi bisnis dapat menentukan lebih jelas set terukur dan untuk mencapai tujuan yang cukup tinggi dari kesepakatan di antara para stakeholder utama.
Ini sangat fundamental berbeda dengan kasus sekolah sebagai organisasi. Lebih dari 30 tahun yang lalu, Cohen dan March (1974) mengamati bahwa organisasi pendidikan disusun secara anarkis dalam teknologi yang tidak jelas, sasaran yang ambigu dan dukungan yang berubah-ubah. Teknologi pendidikan kurang dipahami, dan tujuan pendidikan cenderung tidak jelas, kontradiktif, atau tidak dipahami bersama. Peserta dalam organisasi pendidikan termasuk individu dan kelompok yang bergerak di dalam dan dari aktivitas di organisasi sangat jarang. Ini karakter dari sekolah sebagai bentuk metode manajemen organisasi mereka. Misalnya, sementara kami percaya bahwa membangun visi yang jelas tetap merupakan tanda dari keunggulan dalam organisasi bisnis dan pendidikan, hal ini lebih sulit bagi sekolah untuk mencapai tingkat yang sama dalam praktek. Tujuan moral sekolah tidak selalu menuntun mereka kepada manajemen bisnis yang menganggap bahwa kemampuan berguna untuk melaksanakan visi menjadi target terukur (misalnya balanced scorecard).
Selain itu, mengukur output dari sekolah lebih sulit karena berbagai, ambiguitas, dan sering berubah tujuan pendidikan yang dikehendaki oleh masyarakat. Misalnya, mengambil 'tujuan' sekolah paling sering dikutip oleh kebijakan pendidikan seperti prestasi belajar siswa. Makin besar prestasi yang kami usahakan untuk mengukur tujuan ini, semakin tinggi pula kemungkinan bahwa kesepakatan tersebut akan diabaikan (March, 1978: 228). Sebenarnya kehidupan di sekolah ini tercermin dalam perdebatan global melalui penerapan teknik akuntabilitas ke sekolah.
Orang-orang yang bekerja di sekolah-sekolah cenderung didorong oleh perkembangan sosial anak-anak lebih dari individu yang diukur oleh pencapaian hasil dari sekolah sebagai organisasi. Menurut Roland Barth (1986): kepala sekolah dan guru jarang bangun dari tempat tidur di 6:00 dan buru-buru ke sekolah untuk tujuan mempersiapkan, mengajar siswa untuk lulus tes prestasi. Maupun mereka yang mungkin didorong oleh sistem manajemen yang membuat rumit struktur upah berdasarkan ini kemampuan belajar.
Selain itu, upaya untuk 'mempererat hubungan' antara tujuan organisasi dan tindakan tidak selalu ada efek yang dikehendaki bila diterapkan ke sekolah (Fullan, 2001, 2003; March, 1978; Rowan, 1982). Organisasi di bidang pendidikan, yang relatif berbeda efektivitas teknologi pendidikan (kurikulum, misalnya, mengajar, proses belajar) tetap terbuka untuk argumen antara pendidik, manajer dan ulama. Meskipun kemajuan telah dicapai dalam mengidentifikasi lebih efektif metode belajar-mengajar, keandalan teknik ini masih kurang konsisten dan dapat diprediksi dibandingkan dengan teknologi yang digunakan dalam produksi shampoo atau mobil. Ini berarti bahwa lebih sulit untuk pendidikan manajer dan staf mereka untuk menyetujui 'cara terbaik' untuk mendidik anak-anak di sekolah, bahkan bila ada tujuan konsensus.
Pengamatan ini menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan efisiensi sekolah, walaupun terpuji, harus dilakukan dengan gambar yang jelas dari perbedaan yang mencirikan sekolah sebagai organisasi. Beberapa, pergeseran tujuan, sulit dalam mengukur hasil dari layanan ini, dan ketidakpastian dalam teknologi yang digunakan di sekolah-sekolah mengkombinasikan manajemen pendidikan untuk membuat sebuah domain yang memerlukan kompetensi moral dan politik setidaknya sebanyak ahli teknologi (Cuban, 1988 ). Kesimpulan ini mengarah ke isu pertarungan berikutnya, yang relatif pentingnya manajemen dan kepemimpinan dalam manajemen pendidikan kurikulum.
G. Peranan dari Kepemimpinan dan Manajemen
Seperti yang diusulkan pada tahap awal dari karya ini, yang mengajar ilmu manajemen adalah mereka yang berkompeten telah mengambil kembali ke kursi kepemimpinan di bidang pendidikan selama 20 tahun. Enam puluh tahun lalu manajemen didefinisikan sebagai perencanaan, koordinasi, organisasi, dan kontrol dari manusia, sumber daya materi dan fiskal dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen telah dicirikan sebagai fokus pada mengidentifikasi dan menggunakan pendekatan yang paling benar cara pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
Kritik dan pengelolaan manajerial difokuskan pada kenyataan bahwa kendaraan ini untuk efisiensi dapat membuat asumsi tentang tak dpt dipertahankan berakhir terhadap organisasi yang bekerja. Seperti yang diusulkan pada bagian sebelumnya, lembaga pendidikan tidak beroperasi dengan kejelasan tujuan dan operasional teknologi sering ditemukan di sektor swasta. Beasiswa yang tak ada didokumentasikan dan konsekuensi negatif yang sering mengikuti dari upaya untuk mengelola sekolah sebagai jika mereka lakukan ini memenuhi asumsi (Cuban, 1988; March, 1978).
Kritik ini telah memberikan kontribusi untuk meningkatkan minat terhadap peran kepemimpinan pendidikan manajer. Kepemimpinan telah menentukan karakteristik sebagai hal yang tepat di mana organisasi akan fokus dengan keuangan dan sumber daya manusia, dan berusaha untuk memotivasi para pemangku kepentingan terhadap prestasi mereka. Pendidikan masyarakat dalam kepemimpinan, khususnya di luar Amerika Serikat, adalah Namun, bukan sebuah fenomena baru yang muncul dalam tanggapan terhadap persepsi masyarakat luas yang diadakan sekolah harus diubah. Mengingat cepat mengubah lingkungan pendidikan selama dua dekade, seharusnya tidak mengejutkan datang sebagai pemimpin yang telah dicapai gelar dari kekuasaan atas manajemen di sektor pendidikan.
Ia juga akan akurat untuk mengamati bahwa saat ini dalam kepemimpinan berasal dari kepercayaan bahwa terdapat krisis moral dalam pendidikan. Kepemimpinan melibatkan definisi dan penjelasan dari nilai-nilai yang mendasari arah di mana organisasi akan bergerak. Dengan demikian, kepemimpinan ada untuk dilihat sebagai penting ke arah penerimaan yang berasal dari satu set arahan kebijakan.
Namun demikian, sangat sederhana bahwa hanya kapasitas untuk menentukan hak berakhir sekolah sudah cukup bagi sekolah dari abad ke-21. Walaupun reaksi yang kuat di antara banyak pendidik terhadap managerialism, kami percaya bahwa memperkuat manajemen pengetahuan dan keterampilan yang sangat penting jika pemimpin untuk mencapai visi yang mereka dan lain-lain untuk menentukan sekolahnya. Menariknya, bukti yang kuat untuk ini berasal dari pernyataan yang paling aktif dan pendukung dari transformational kepemimpinan di bidang pendidikan, Ken Leithwood. Kepemimpinan transformational setelah belajar di sekolah selama lebih dari satu dekade, Leithwood menyimpulkan sebagai berikut:
Kebanyakan model kepemimpinan yang transformational dari praktek manajerial di alam. Praktik semacam ini penting untuk stabilitas organisasi. Untuk alasan ini, kami baru-baru ini telah menambahkan empat dimensi manajemen berdasarkan tinjauan literatur yang relevan (Duke dan Leithwood, 1994). (Leithwood dan Jantzi, 1999: 455)
Diakui bahwa pengelolaan yang efisien juga penting untuk mencapai visi sekolah selama 20 tahun berhasil berhasil melakukan reformasi pendidikan di seluruh dunia. Kebutuhan yang mendesak untuk lebih cepat berubah sering dibuat lembaga kepemimpinan yang berbeda, walaupun jenis dan fokus dari berbagai persiapan dan program pembangunan yang disampaikan internasional (Hallinger, 2003). Pengamatan Leithwood menunjukkan bahwa pencapaian visi untuk sebuah organisasi juga memerlukan strategi dan kompetensi manajemen untuk mencapai visi organisasi. hal lainnya yang juga penting untuk diamati adalah kompetensi manajerial dan kekurangan dalam persiapan program untuk kepala sekolah. Dua puluh lima tahun yang lalu March mengamati bahwa keseimbangan antara kepemimpinan kompeten dan manajemen pendidikan adalah perlu, dan ia menjelaskan manajemen sebagai 'pembuatan jadwal dengan catatn kaki dari Kierkegaard (1978: 224). Hasil pengamatannya :
Kompetensi dasar dalam kehidupan organisasi sering di nilai sebagai faktor dalam pengelolaan efektivitas ketika kita menulis latar belakang dari keprihatinan masalah kepemimpinan yang besar. . . Banyak hal yang membedakan birokrasi yang baik dan yang buruk yakni salah satu cara yang baik itu memenuhi kebutuhan-kebutuhan sehari-hari hubungan dengan klien. (1978: 223-4)
Edwin Bridges, dalam sebuah analisis persiapan kepemimpinan sekolah, memperkenalkan 'sosialisasi peran kepala sekolah harapan yang tidak nyata di masa depan' sebagai desain umum yang cacat dalam administrasi persiapan program. Dia menulis bahwa kecenderungan program untuk fokus pada konsep dimensi peran kepala sekolah yang terlalu angkuh membuat kesenjangan antara harapan masyarakat dan kenyataan dari pekerjaan (Bridges, 1977). Hal ini mendorong persiapan program untuk merealisasikan rancangan mereka dalam penilaian dari pimpinan yang menggunakan kepemimpinan dan kompetensi manajemen.
Oleh karena itu, ditegaskan bahwa persiapan dan program pembangunan di bidang pendidikan harus fokus pada kepemimpinan dan manajemen. Kami berpendapat bahwa lebih baik kapasitas kepemimpinan seperti visi pembangunan maupun keterampilan manajemen seperti manajemen proyek ditangani oleh kepala sekolah saja. Kita harus meningkatkan pengembangan kemampuan kepemimpinan dan pengelolaan di antara berbagai pihak yang berkepentingan.
Artikel ini berusaha untuk mengidentifikasi kurangnya perhatian pada bidang manajerial dalam kurikulum kepemimpinan sekolah. Alat manajemen sekolah harus ditentukan melalui riset empiris maupun melalui penggunaan dalam praktek. Pada akhirnya, beberapa perangkat manajemen bisnis ini mungkin lebih cocok untuk pendidikan dibandingkan yang lain. Yang kami lakukan, namun percaya bahwa melalui penambahan perangkat tersebut ke sekolah maka pemimpin dan manajer akan menjadi perkembangan positif yang akan meningkatkan kemungkinan rencana dan visi menjadi kenyataan di masa depan. Kepercayaan ini tidak hanya didasarkan dari analisis tulisan ini saja, tapi juga dari pengalaman kerja kami sebagai manajer pendidikan dan pengalaman kami dalam mengajarkan metode manajemen ini kepada para pemimpin sekolah.

Read More......