MENDIDIK PARA PEMIMPIN
banyakah yang dapat dipelajari dari manajemen bisnis
A. Ringkasan
Fokus Persiapan pemimpin sekolah cerminan kepentingan masyarakat dunia atas kesuksesan dalam meningkatkan sistem pendidikan. Investasi sumber daya baru yang kokoh termasuk persiapan kepemimpinan dan aktivitas perkembangan yang didasarkan atas kepercayaan bahwa para pemimpin sekolah menciptakan sesuatu yang berbeda dalam efektivitas dan efisiensi sekolah.Mengembangkan pemimpin sekolah yang menciptakan suatu perbedaan, bagaimanapun memerlukan menajemen kurikulum yang sesuai untuk sekolah, metode-metode pembelajaran terkini, dan yang mengembangkan atas pengetahuan disiplin ilmu didalam maupun diluar pendidikan. Artikel ini menguji keterlibatan tren kurikulum dalam pengembangan para pemimpin bisnis yang mungkin dapat dijadikan sebagai persiapan kepemimpinan dan perkembangan dalam pendidikan. Para penulis mengakui, terutama, perbedaan dalam praktek manajemen pendidikan dan bisnis memerlukan beberapa perbedaan isi persiapan dan program. pada waktu yang sama, kita mengusulkan beberapa penggabungan pemahaman terkait dengan bisnis yang dipilih dalam manajemen organisatoris yang sangat relevan untuk perbaikan sekolah-sekolah.
keyword : Kepemimpinan, perkembangan kepemimpinan, kepentingan, perkembangan staf
B. Perkenalan
Kepemimpinan dalam bidang pendidikan mempunyai hubungan yang bertentangan dengan dunia bisnis manajemen. Pada awal dan pertengahan abad ke -20 di USA, sarjana-sarjana pendidikan seperti Elwood Cubberly sangat terpengaruh oleh ‘menajemen ilmiah’ yang diberlakukan dalam masyarakat bisnis (tyack dan hanset, 1982). Reaksi melawa gagasan bahwa pendidikan harus diatur ‘sebagai bisnis’ dibuktikan dengan tepat pada tahun 1960 dalam buku karangan Reymond Collahan (1962) Education and the Cult of Efficiency. Sejak tahun 1960, hal ini sudah terjadi berulang kali seperti sekolah yang mencari cara untuk mengelola sekolah secara periodik agar lebih efektif dan efisien.
Tidak terelakan, ketika kasus ini terjadi, Bisnis Manajemen sekali lagi diajukan sebagai model untuk manajemen sekolah. Anggota badan hukum “Bisnis meja bundar” sejak kepemimpinan mereka, berkata ”mengapa mereka tidak bisa lebih dari kita” kami menolah gagasan bahwa manajemen sokolah hanya perlu menyalin menajemen perusahaan bisnis. Sungguh, jika ada suatu pelajaran yang membenarkan dari literaturmanajemen abad lampau, itu hanyalah isi yang menciptakan perbedaan dalam manajemen organisasi.
Memulai dengan kesimpulan pikiran, tulisan ini tidak mencoba menggambarkan kembali bidang manajemen pendidikan dalam gambaran dari sector bisnis. Keberhasilan kita lebih kepada kesederhanaan dan, kita percaya, realistis, tulisan menguji tren terbaru dalam kurikulum kepemimpinan bisnis dan mendiskusikan keterlibatan untuk menyiapkan para manajer sekolah. Perspektif-perspektif bahwa tulisan ini merupakan campuran beragam inti pandangan. Ini menggambarkan pengalaman nyata penulis dalam praktek manajemen bisnis dan manajemen pendidikan, seperti juga pengalaman kita dalam menyiapkan dan mengembangkan bisnis dan para manajer pendidikan.
Kita melakukan tinjauan ulang terhadap resiko dan kenaifan, ketidaktahuan, dan kesalahan pemimpin dengan beberapa sarjana pendidikan. Di tahun terakhir, bandul pendidikan sudah mengarah pada percaya bahwa perspektif moral perlu sebagai gambaran isi untuk program persiapan dalam kepemimpinan dan menajemen bidang pendidikan. Mereka yang mengklaim sebagai manajemen juga mempunyai tempat dalam kurikulum kepemimpinan bidang pendidikan yang telah dibubarkan seperti manajerialis dan pemikiran yang sempit.
Seperti kita akan rinci dalam artikel, kita percaya bahwa moral kepemimpinan dan manajemen bunyi tidak berlaku dipandang sebagai pesaing-pesaing dalam persiapan kepemimpinan sekolah. Perbaikan sekolah memerlukan para pemimpin yang menunjukan kapasitas keduanya yakni kepemimpinan dan manajemen (Bridges, 1977; Cuban, 1988; Hall and Southworth, 1997; leithwood, 1996; leithwood and Duke, 1999; March, 1978) Sungguh, dalam kritiknya terhadap kepentingan, Cuban (1988) menyimpulkan bahwa jauh didalam intisari kepemimpinan sekolah adalah suatu jenis “DNA Manajerial” yang selalu terasa untuk menggambarkan kegagalan sarjana dan praktisi untuk menyalurkan peran dengan konsentrasi eksklusif pada suatu wujud kepemimpinan (e.g pembelajaran, moral, kurikulum). Di samping analisa ini, Cuban mengkliam bahwa kepemimpinan sekolah yang sukses terletak kemampuan mencampur manajerial dan peran kepemimpinan dalam layanan pembelajaran siswa.
Artikel dibagi menjadi 3 (tiga) bagian. Bagian pertama menyediakan ikhtisar singkat dari konteks dan sasaran pendidikan manajemen didalam sector bisnis. bagian kedua, berisikan badan artikel, fokus pada kurikulum dalam program persiapan bisnis. Di bagian akhir, kita mendiskusikan implikasi untuk perancangan persiapan dan program pengembangan dalam kepemimpinan dan manajemen bidang pendidikan.
C. Konteks dan Sasaran Kurikulum Manajemen Bisnis
Manajemen Organisasi bisnis dirubah secara signifikan sejak awal tahun 1990 (Drucker, 1995; Naisbitt, 1997; Ohmae, 1995; Rohwer, 1996). Sumber dan perubahan ini meliputi :
Pertumbuhan dan pengintegrasian global, meningkatnya ekonomi pasar bebas yang meningkatkan standar kompetisi dalam seluruh sektor penyedian barang dan jasa.
Keterbukaan sistem politik besar-besaran antara Negara yang diikuti akses besar informasi global dan pertukaran wilayah perbatasan bisnis.
Perkembangan teknologi infomasi yang fundamental merubah cara dalam penyelenggara bisnis, mempertimbang komunikasi yang lebih murah, lebih mudah bertukar informasi, dan efisiensi lebih besar dalam produksi dan manajemen barang dan jasa.
Kekuatan perubahan global ini membawa perubahan fundamental dalam cara organisasi bisnis yang dikelola. Sebagai contoh, kami temukan gaya manajemen sebagai berikut :
Organisasi yang terstruktur ulang sebagai respon atas kompetisi yang lebih terbuka (Ohmae, 1996).
Ada hal utama, yang ditambahkan dalam kewiraswastaan dan manajemen bidang wiraswasta sebagai mesin pertumbuhan ekonomi global (drucker, 1995)
Pengakuan atas krisis etika dan masalah lingkungan menempati bangsa atau organisasi terbesar dimasyarakat global yang sudah memimpin dengan sangat mengutamakan moral kepemimpinan dan tanggung jawab sosial antara pemimpin bisnis. (Csikszentmihalyi, 2004).
Kemampuan mengelola dan menggunakan informasi untuk pengambilan keputusan kini merupakan kemampuan inti yang diperlukan para pemimpin sepanjang organisasi bisnis (Drucker, 1995)
Ada hal utama yang ditambahkan pada penghubung tujuan perusahaan dengan SDM, terutama melalui pemakaian manajemen kinerja dan pengukuran (Norton dan Kaplan, 1996)
Pengetahuan dipandang sebagai kunci mata uang organisasi yang memerlukan kesadaran dan manajemen yang proaktif (Buckman, 2004; Stewart, 1997, 2001)
Kapasitas untuk berinovasi dan perubahan dipandang sebagai kemampuan yang mencirikan organisasi tumbuh atau tergelapar dalam perubahan yang cepat karena lingkungan yang bergejolak (Drucker, 1995; Kotter, 2002; Rohwer, 1996).
Perubahan perubahan ini diperlukan kader pemimpin bisnis yang memiliki semangat dalam kapasitas kepemimpinan dan manajemen. Dalam tanggung jawab, lembaga pendidikan telah membuat rancangan kurikulum disesuaikan untuk para pemimpin bisnis. Gagasan pertama dari penyesuaian mereka telah menetap sasaran dan tujuan.
D. Sasaran dan Tujuan kurikulum
Sasaran kurikulum manajemen bisnis modern termasuk, tetapi tidak dibatasi pada pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan :
Pendidikan Fungsional, pengetahuan luas yang fungsional dari manajemen bisnis yang termasuk, kemempuan bekerja sesuia teori ilmu sosial dalam mengelola organisasi.
Pemecahan Masalah, kemampuan kritis, inovatif, kreatif dan membuat penghubung antara bidang yang berbeda dalam menganalisis masalah.
Perspektif Global, perspektif global didasarkan pada pemahaman terhadap, permasalahan, persoalan dan kesempatan yang relevan antara lingkungan lokal dan global.
Kepemimpinan, kemampuan bekerja sama dalam menciptakan visi untuk organisasi, mengembangkan strategi implementasi, dan memotivasi yang lain untuk ikut bekerja menuju keberhasilan.
Penilaian Etika dan Pengambilan Keputusan, penggunaan etika dan dampak lingkungan atas kebijakan dan peran mereka dalam mengelola orang dan organisasi yang berbeda dalam masyarakat global.
Kemampuan Menyesuaikan diri, refleksi diri dan perkembangan pribadi, pemahaman menghargai orientasi personal orang lain,mengembangkan kemempuan untuk merefleksi, keahlian dan sikap karena hal tersebut mendukung berlangsungnya kehidupan pembelajaran.
Komunikasi, kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam tulisan dan lisan untuk bermacam tujuan dan para pendengar.
Mengelola Informasi dan Teknologi, pengetahuan dan kemepuan merencanakan dan menggunakan teknologi informasi sebagai alat untuk manajemen organisasi yang produktif.
Kemampuan Manajemen, kemampuan untuk menggunakan keterampilan dalam mengelola proyek, sumber daya dan proses bisnis secara efisien dan efektif.
Ini menarik untuk dicatat, inti dan tujuan yang saling melengkapi dengan sasaran yang digambarkan pada abad ke-21 kepemimpinan dan manajemen kurikulum (e.g Hallinger, 2003; Huber, 2002). Dua catatan penting yang saling melengkapi antara sasaran dan tujuan hanya kami lihat pada : mengelola informasi, kemampuan manajemen. Ini mewakili fokus dari diskusi yang diperluas dalam bagian berikutnya dari artikel ini.
D.1 Keyfoci Kurikulum Manajemen Bisnis
Kurikulum manajemen pendidikan mempunyai banyak kritik setelah beberapa dekade lalu. Ini telah memimpin perubahan dan inovasi yang pantas dipertimbangkan dalam persiapan dan perkembangan program. Tulisan ini merangsang lebih lanjut inovasi kepemimpinan kurikulum di sekolah melalui diskusi bidang-bidang yang dipilih dari kurikulum manajemn bisnis. Di dalam melakukan analisa ini, bagaimanapun, perlu dicatat bahwa kita tidak menyajikan seluruh kurikulum manjemen bisnis. Kami benar-benar selektif, memfokuskan hanya sebagai pengganti bidang ini bahwa kami memandang sebagai hal utama dan sesuai untuk persiapan dan perkembangan para manajer pendidikan.
D.2 Mengelola Informasi
Selama 15 tahun telah terjadi revolusi manajemen dalam organisasi bisnis. Revolusi lebih kepada peran dan penggunaan informasi dalam mengelola organisasi. informasi digunakan peran peran kunci dalam bagian hubungan yang berbeda dalam organisasi. Sistem informasi komputer ada sejak tahun 1980 yang dirancang secara tradisional untuk kebutuhan departemen fungsional yang spesifik dari organisasi (e.g akuntansi, pengadaan, penjualan). seiring waktu, ini menjadi nyata bahwa jenis rancangan ditekankan pada masalah komunikasi yang timbul dai struktur organisasi perusahaan. Selama tahun 1990, Enterprise Resource Management (ERM) muncul sebagai suatu konsep manajemen yang memandang organisasi dan aktivitasnya sebagai satu kesatuan yang terintegrasi. Informasi salah satu hal lebih mungkin esensial dalam hubungan ini, dan kemajuan teknologi informasi telah merubah ERM dari konsep menjadi implementasi praktik.
Penggunaan informasi sejak awal, sistem ERM menyediakan kepada para manajer gaya manajer terpenting yang mungkin muncul dalam organisasi bisnis selama dekade lalu. Dalam pendidikan hal ini sangat sesuai sebagai contoh, untuk meningkatkan perhatian manajer sekolah harus mengambil keputusan berdasarkan data. ERM bisa memberdayakan para manajer dengan membuka peluang akses informasi yang dibutuhkan untuk keputusan-keputusan mengenai pembelajaran siswa melalui sistem. Akses untuk informasi yang dibuat sistem ERM mungkin disosialisasikan dengan beberapa kursus yang baru-baru ini mulai muncul dalam kurikulum manajemen bisnis yang kami akan uraikan lebih detil.
D.2.a Kecerdasan Berbisnis
Ini hanya selama pertengahan tahun 1990 perangkat lunak yang canggih tersedian untuk digunakan para manajer dalam mengelola dan menganalisa informasi lebih mudah dan efisien. Ini membuka peluang perusahaan untuk memanfaatkan investasi IT dan mereka sudah mengumpulkan seluruhnya dalam informasi bisnis (e.g database pelanggan, informasi keuangan, informasi SDM) dan yang lebih besar keefektivitasan. Data perusahaan dikenal sebagai aset organisatoris (Buckman, 2004; lee dan prusak, 2004). Exploitasi data ini untuk keuntungan bisnis yang kemudian dikenal sebagai kecerdasan bisnis (Bergeron, 2003).
Dewasa ini para manajer perusahaan pada semua tingkat perlu berkembang sesuai pemahaman bagaimana data ini dapat digunakan untuk memahami kinerja individu, unit-unit bisnis, organisasi secara keseluruhan, Pendidikan tingkat pertama dalam kecerdasan berbisnis terpusat pada :
Meningkatkan kesadaran akan pentingnya data dalam pengambilan keputusan
Kepekaan para manajer akan jenis data yang sudah tersedia untuk mereka dalam lingkungan alami mereka.
Pemahaman tentang bagaimana data dapat ditransferkan menjadi informasi dan kemudian bagaimana informasi dapat disaring dan dikelola untuk menciptakan kecerdasan dalam peningkatan kefektifan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Seperti para manajer bisnis, para pemimpin pendidikan juga harus memanfaatkan gaya ini dalam manajemen informasi. Dengan demikian kami menyatakan bahwa program, persiapan untuk para pemimpin sekolah harus mengarah pada perkembangan keterampilan-keterampilan yang terkait pada:
Mengidentifikasikan kebutuhan informasi sekolah
Perkembangan kesadaran barang-barang IT yang tersedian untuk manajemen informasi dan pengambilan keputusan
Penggunaan alat analisis untuk mengeksplor dan memperoleh pengertian yang mendalam dari data
Menyatukan fakta-fakta kedalam jawaban penuh makna atas masalah yang merintangi sekolah dalam mencapai sasaran mereka.
Aplikasi exploitasi informasi dalam lingkungan pendidikan harus disiapkan. Para pemimpin sekolah diharapkan untuk memuat keputusan berbasi data. Tanggung jawab mereka untuk ketercapaian standar pembelajaran, menganalisa nilai tes siswa, mengidentifikasi bidang kekuatan dan kelemahan sekolah didasarkan pada survey stakeholder, dan menyatukan ini dari data lain kedalam rencana pengembangan sekolah. Ini hanya sedikit contoh cara dalam konsep kecerdasan berbisnis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan seluruh efektivitas (e.g hasil-hasil pembelajaran) disekolah.
D.2.b Ilmu Manajemen
Pengetahuan manajemen adalah bidang baru yang relatif yang berhubungan dengan banyak konsep dalam lingkaran pendidikan, pembelajaran organisatoris. Dengan perspektif ini, pengetahuan terdiri dari aset intangible organisasi yang dapat digunakan untuk menciptakan nilai dalam bentuk peningkatan produk atau jasa (Buckman, 2004; Gorelick dan Milton, 2004;Kermally, 2002; Rylatt, 2003;Stewart, 1997, 2004). di sekolah, hal ini mungkin untuk memandang pengetahuan sebagai proses dan produk dari organisasi.
Pengetahuan Organisasi dapat berupa eksplisit maupun tacit pengetahuan exploit (pengetahua formal) terdiri dari pengertian bahwa kita dapat menguraikannya dalam bahasa dan komunikasi kepada orang lain. (Buckman, 2004; jacson dan hit, 2003). Sejak pengetahuan jenis ini dapat diuraikan, adalah hal yang mungkin disimpan dan digunakan di masa depan.
Pengetahuan tacit (pengetahuan informal) berakar dari pengalaman dan intuisi individudan sulit pada awalnya untuk menguraikannya kepada orang lain. Pengetahuan tacit sering disertai proses informal (spit manajemen atau mengajar) yang kita peroleh melalui pengalaman kita, secara individu dan kelompok. bagaimanapu, karena pengetahuan tacit sering sulit untukkita uraikan kepada orang lain, hal ini jarang di sharingkan dan disusun untuk digunakan dalam pengambilan keputusan.
Apakah pengetahuan manajemen sesuai dalam sekolah? kami fikir begitu. Sesunggunhnya pengetahuan manajemen sangat cocok dengan konsep-konsep sekolah sebagai masyarakat pembelajar. Ini seperti sikap bertanya dalam pidato beberapa tahun oleh Judith Warren Little (1982) ketika ia diminta pendidik untuk menanggapi berapa banyak sekolah yang lebih pintar dapat terwujud jika munkin terwujud apakah dapat dikenal dan berbagi pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan oleh sluruh guru. Ini merupakan bayangan dimana pengetahuan manajemen sangat sesuai disekolah.
Dalam sector bisnis, disiplin pengetahuan manajemen difokuskan pada 2 (dua) tujuan utama :
Untuk mengembangkan sarana dengan pengetahuan eksplisit dan tacit dapat di akses sebagai sumber daya
Untuk memperluas kapasitas individual untuk mengakses, menggunakan dan belajar dari informasi yang menggambarkan apa yang kita tahu dan apayang kita tidak tahu (Bergeron, 2003)
Pada pandangan pertama, itu sangat sulit atau bahkan memanipulasi untuk mencoba mengelola perubahan pengetahuan dalam organisasi. Ilmu manajemen, berfokus pada fasilitas yang mengendalikan perubahan pengetahuan. Untuk menempatkan ini dalam perspektif yang lebih praktis, kita harus mencatat peran teknologi informasi yang terus meningkat pengguanaannya dalam menfasilitasi manajemen pengetahuan di peraturan organisasi (Buckman, 2004; Garvey dan Williamson, 2002; lees dan prusak, 2004). Ini termasuk :
• Sistem komunikasi intranet dan internet
• Email dan papan diskusi
• Sofware Manajemen Dokumen
Sekolah memiliki kebiasaan sederhana ditandai oleh norma keleluasaan dan rendahnya tanggung jawab. sasaran penentu kebijakan lebih dari dua dekade lalu telah mengubah dangan mudah sasaran kedalam tempat kerja yang lebih sistematis. pengalaman menyarankan, bahwa solusi struktural mampererat gabungan sasaran, praktek dan sering kali gagal ketika mereka menjalani bertentangan dengan norma budaya sekolah (Cuban, 1988;Fullan, 2001, 2003; March, 1978).
Sebagai suatu pendekatan inovasi dalam pendidikan ilmu manajemen menawarkan potensi yang menarik bahwa dalam ilmu manajemen dapat dibangun sekolah-sekolah seperti harapan mereka. Ilmu manajemen mewakili arti bahwa organisasi dengan sistem penggabungan bebas, seperti sekolah, dapat bekerja kearah perbaikan yang berkelanjutan, dan dalam jangka panjang meningkatkan kualitas (Sanchez, 2001). Ilmu manajemen bisa menawarkan cara kapital diatas organisasi yang dibubarkan dari ilmu pekerja dengan menciptakan bentuk jaringan antar para guru. Jaringan ini akan mengambil wujud dari jaringan pembelajaran dan bertukar pemahaman contoh yang telah ada dari penggunaan ilmu manajemen yang mengatur bidang pendidikan. Di Inggris Universitas Nasional Sekolah Kepemimpinan atau National Collage of school leadership (NCSL) memiliki sumber daya yang kokoh untuk membangun komunitas pembelajar professional antar sekoah. Konsisten pada ajaran-ajaran ilmu manajemen, NCSL menggunakan teknologi informasi untuk membentuk dan mendukung komunitas on-line. Komunitas pembelajaraan ini terdiri dari pendidik profesional yang memiliki ilmu manajemen.
Ini adalah usaha eksplisit untuk menghubungkan individu profesional yang dibubarkan dalam sekolah sepanjang bangsa tersebut sebaik sekolah yang menghadapi masalah, kebutuhan, sasaran. Dalam banyak kasus peralatan software (papan diskusi) memfasilitasi proses pertukaran pengetahuan dan pengalaman stakeholder.Pengetahuan ini diterapkan orang –orang untuk meningkatkan solusi yang sehat dalam satuan-satuan (seperti kelas-kelas dan sekolah-sekolah dan sistem sekolah) dalam cara yang tidak pernah mungkin sebelumnya.
Aspek lain ilmu manajemen perlu juga digaris bawahi. Ini adalah penangkapan, penyimpanan, dan pengolahan informasi yang berhubungan dengan apa yang organisasi pelajari dari pengalaman (Bergeron, 2003; buckman, 2004). Fokus itu bisa berhubungan dengan perbaikan sekolah, penggunaan sistem pengadaan baru atau penggunaan rubrik-rubrik dalam penilaian. Alat software sekarang memungkinkan organisasi untuk menangkap, menyimpan dan menyoroti, pengetahuan ini dalam cara yang tidak pernah mungkin sebelumnya.
Menurut pendapat kami, ilmu manajemen merupakan hal yang utama untuk digunakan oleh para pemimpin dan manajer sekolah. Ketika dipandang dari perspektif perbaikan dan perubahan sekolah, ilmu manajemen memiliki beberapa kontribusi yang potensial :
• Ilmu manajemen tidak sebagai dasar perbaikan sekolah atau perubahan wujud struktural sekolah, sebagai gantinya, keduanya dioperasikan dalam batasan-batasan struktural yang ada didalam celah antara struktur.
• Ilmu manajemen terpusat pada inti teknologi sekolah, transmisi dan aplikasi pengetahuan. Dalam hal ini, terpusat diluar transmisi pengetahuan dari guru ke siswa termasuk stakeholder pembelajaran melalui sistem organisasi.
• Jika ilmu manajemen digunakan dengan sukses dalam arti pembelajaran profesional antara orang dewasa, hal ini berpotensi mentransfer konsepi-konsepsi bahwa guru menjaga bagaimana siswa belajar. Ini mewakili revolusi yang benar dalam pembelajaran.
D.2.c Manajemen Hubungan Pelanggan
Kompetisi dewasa ini, ekonomi dikendalikan pelanggan, manajemen hubungan pelanggan atau customer relationship management (CRM) yang menjadi salah satu dari sekian banyak penerapan inisiatif bisnis (Gentle, 2002). Kata pelanggan dan tujuan yang diungkapkan CRM dalam menyediakan pelanggan dengan pengalaman pembelian dan pelayanan yang optimal agar memenangkan pelanggan yang setia dan meningkatkan bisnis, dapat menjurus pada persepsi bahwa CRM tidak sesuai untuk lembaga pendidikan. Bagaimanapun, di era ini kita harus menganggap siswa dan orang tua mereka sebagai pelanggan dari pelayanan pendidikan.
Tujuan dasar CRM adalah untuk mengerti kebutuhan dan keinginan pelanggan dan kemudian untuk memuaskan mereka dengan konsisten dan secara efektif. Jadi, konsep seperti pembelajaran dipusatkan pada siswa (student centered learning) atau sekolah dipusatkan pada pelajar (learner centered school) dapat dipandang sebagai contoh CRM dalam praktek pendidikan (Dyche, 2002). Mendasari praktek nyata CRM ada beberapa fitur yang menterjemahkan secara langsung ke dalam praktek manajemen pendidikan, yakni :
• produk atau layanan yang sesuai, seperti pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seperti apa yang sesuai untuk kelompok siswa tertentu ?
• jalur yang disukai dan tingkat dukungan dan layanan yang diminati, seperti metode pembelajaran, jalur, waktu, dan lingkungan yang seperti apa yang cocok untuk tiap jenis siswa ?
• jalur komunikasi pelanggan yang efektif, seperti jenis interaksi apa yang perlu dilangsungkan antara sekolah, siswa dan orang tua serta bagaimana membuat stakeholder utama dilibatkan secara konsisten dan terpuaskan ?
• nilai organisasi untuk pelanggan dan pengalaman, seperti bagaimana siswa dapat menerapkan pembelajaran yang mereka peroleh untuk perbaikan diri dan masyarakat serta apakah sekolah dapat belajar dari siswa untuk memperbaiki proses dan kinerja mereka ?
• penetapan nilai pelayanan, seperti apakah stakeholder mau membayar jasa pendidikan yang telah kita sediakan ?
• bagaimana cara untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan, seperti bagaimana cara kita menemukan atau mencukupi harapan siswa dan orang tua sehingga mereka tidak hanya melanjutkan belajar dengan kita tapi jua bertindak sebagai duta besar yang baik bagi sekolah kepada dunia luar ?
CRM menekankan komitmen organisasi untuk mematuhi kesadaran terhadap persoalan ini dan menyediakan proses yang memungkinkan organisasi untuk memuaskan pelanggan dengan konsisten dan efektif (Barkley dan Saylor, 2001 ; Gentle, 2002). Proses CRM dirancang untuk organisasi bisnis yang dapat diterapkan, barangkali dengan dikurangidalam batasan-batasan bidang tertentu, untuk manajemen pendidikan dalam kaitan dengan proses apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan (Cooper,2002) itu melibatkan :
• memperoleh dan mempertahankan pelanggan-pelanggan yang berharga.
• memahami pelanggan berdasarkan karakteristik, kebutuhan dan perilaku pembeiian mereka.
• mengembangkan produk yang disukai, pelayanan dan jalur pengantaran untuk bertemu klien yang memerlukan.
• berinteraksi dengan pelanggan dan mengirimkan harga yang ditingkatkan untuk klien organisasi.
Sebagai pendidik, kita memandang konsep dan praktek ini sebagai hal yang sangat sesuai dengan sekolah, terutama dalam rangka meningkatkan tanggung jawab. Rowan (1982) mencatat bahwa sebelumnya tanggung jawab sekolah sangat fundamental didasari atas mencukupi kepuasan persepsi publik akan kekuasaan. Ia menentang bahwa dukungan publik untuk sekolah akan meningkat bila sekolah mencukupi persepsi publik yang mereka ingin dapatkan dari sekolah. Ini sasaran CRM untuk meningkatkan kemungkinan bahwa pelanggan menerima jeins layanan yang mereka inginkan.
Secara umum implementasi dari konsep manajemen yang lain dan teknik yang dibahas dalam tulisan ini, implementasi CRM mempengaruhi seluruh usaha dan memerlukan perubahan signifikan dalam beberapa aspek utama bisnis, struktur organisasi, pengukuran kinerja organisasi, interaksi pelanggan, dan teknologi. Kita telah memasukkan CRM dalam bagian pada pengelolaan informasi karena hanya dengan peralatan software, organisasi mampu menguji dan memahami hubungan antara pelanggan dengan layanan organisasi.
Pendidikan CRM meliputi perencanaan dan implementasi CRM dalam organisasi. Ini menguji apa yang dilibatkan dalam setiap aspek perubahan tersebut, persoalan praktek implementasi, teknik-teknik dan peralatan untuk mencapai perubahan dan cara mengukur kesuksesan inisiatif CRM. Implementasi CRM hádala proyek , dan suksesnya tergantung pada kemampuan team dalam manajemen proyek (Barkley dan Taylor, 2001 ; Dyche, 2002). Tujuan dan kinerja CRM harus membentuk seluruh bagian strategi tujuan organisasi dan mengukur kinerja; pemahaman kebutuhan dan tingkah laku pelanggan dapat dibuat melalui kecerdasan bikinis (seperti: data software, síntesis informasi, dana data mining). Jadi, kita tekankan kembali bahwa kemampuan manajemen yang kita diskusikan disini harus dipandang sebagai kesatuan pendekatan yang harus diterapkan bersama, daripada sebagai pengetahuan yang terpisah (Barkley dan Taylor, 2001).
D.3 Kemampuan Manajemen
Seperti yang dikatakan sebelumnya, ketersediaan informasi dan pola pikir pendekatan organisasi dalam kinerja yang terintegrasi harus memimpin kebutuhan untuk kemampuan baru antara para manajer dalam organisasi bisnis. Kita sudah membahas beberapa kemampuan-kemampuan tersebut dalam bahasan mengelola informasi.
Dalam bagian ini kita mendiskusikan beberapa bahasan tambahan seperti manajemen strategi dan pengukuran kinerja, manajemen perubahan, dan manajemen proyek. Organisasi bisnis menganggap kemampuan manajerial ini sebagai pelengkap inisiatif kepemimpinan dalam melaksanakan visi organisasi, pembelajaran organizacional dan perbaikan.
D.3.a Manajemen Strategi dan Pengukuran Kinerja
Sepanjang sektor organisasi dan diseluruh dunia beroperasi dalam kompetitif dan kondisi pasar yang cepat berubah (Kaplan,2004 ; Niven, 2002; Porter, 1998). Sebagai hasilnya, masing-masing harus menetapkan penyelesaian dan visi perubahan, rumusan strategi, dan rencana kerja untuk mencapai tujuan organisasi yang menjurus pada visi yang lebih efektif dan efisien. Kemampuan kepemimpinan hádala kemampuan mempengaruhi dan mengatur nilai, pengembangan dan komunikasi visi, pengembangan strategi, dan memotivasi yang lanilla utnuk bergerak maju dalam satu arah menuju sasaran yang telah ditetapkan. Seperti yang kami tekankan dalam tulisan ini, hal tersebut hanya dengan mencapurkan kemampuan kepemimpinan dengan ilmu manajemen yang dapat diidentifikasi serta keterampilan manager yang nyata sehingga memungkinkan organisasi mereka berhasil (Caldwell, 1988 ; Davies, 2003 ; Kotter, 1990,2002 ; Leithwood dan Dute, 1999).
Sekolah beroperasi dalam lingkungan yang mengubah lebih luas daripada bisnis dalam tignkat kompetisi yang jelas. Meskipun begitu, sekolah menghadapi tantangn perumusan visi mereka di masa depan. Sekolah harus mengartikulasikan sebagai bagian dari ‘perbaikan sekolah’ perubahan-perubahan yang mereka inginkan dalam arti apa yang ingin mereka capai (Leithwood dan Dute, 1999). Proses strategi kepemimpinan atau manajemen strategiini sudah mencapai statu peningkatan profil dalam pendidikan di tahun terakhir (Davies, 2003).
Manajemen strategi melibatkan perumusan strategi dan implementasi strategi. Dalam perumusan strategi, organisasi mengidentifikasi misi dan sasaran strategisnya, meneliti situasi yang kompetitif, dan strategi yang cerdik yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran strategis (Kaplan, 2004). Perumusan strategi mengandung pengertian direksi umum sehingga anggota organisasi mengetahui bagaimana dan dimana menggunakan usaha dan sumber daya atau tenaga mereka. Para pebisnis merumuskan strategi agar kompetisi bermanfaat pada keuntungan (Porter, 1998).
Strategi, bila dirumuskan dengan baik, tidak mungkin mencapai sukses jangka panjang tanpa implementasi yang tepat (Kaufman, 1995 ; Kotter, 1996,2002). Pertanyaannya adalah apakah dalam kenyataan strategi digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan dapatkah kita mengimplementasikannya dengan efektif ?. Implementasi strategi kompleks dan penuh tantangan. Jadi, para pemimpin harus dapat memutar strategi dalam tindakannya. Ini juga memerlukan kesediaan dan komitmen semua tingkat dalam organisasi utnuk menyusun kinerja-kinerja merekadan membuat modifikasi seperti yang diperlukan untuk menemukan sasaran yang diinginkan. Manajemen perubahan yang disertai kepemimpinan dan kemampuan manajemen, memainkan peran penting dalam implementasi strategi yang sukses (Kotter, 1996,2002).
Pertengahan tahun 1990, Kaplan dan Norton (1996) memperkenalkan Balanced Scorecard Concept (BSC) sebagai alat untuk mengukur kinerja organisasi. Scorecard meliputi indikator eksternal dan internal seperti juga indikator prestasi organisasi di masa lalu, sekarang dan masa depan. Konsep BSC pada hakikatnya memperluas pengukuran kinerja organisasi dari pusat sederhana kepada hasil-hasil keuangan (Niven, 2002).
Organisasi yang menjalani hal ini menemukan bahwa ini tidak hanya menyediakan ukuran menyeluruh dari kinerja, tapi juga mendukung implementasi strategi (brickley dan Smith, 2003). Layanan balance scorecard yang jelas berarti untuk strategi yang terhubung dalam empat perspektif dari BSC yakni keuangan, pelanggan, proses internal, pembelajaran dan pertumbuhan, dampak komunikasi dan setiap inisiatif strategi pada orang lain (Becker et al, 2001). Indikator kinerja utama yang mengukur prestasi dari tujuan strategi bermakna untuk mengukur keefektifan strategi dan kemajuan organisasi ke arah pencapaian visi (Becker et al, 2001 ; Kaplan dan Norton, 1996).
BSC (Niven, 2002) dapat disesuaikan untuk lembaga pendidikan dimana faktor-faktor seperti kreasi pengetahuan, pertumbuhan sosial, pembelajaran siswa dan kualitas teknik lebih sesuai daripada pengukuran bisnis seperti profitabilitas atau penguasaan pasar. Dalam beberapa hal, sekolah menghadapi tantangan yang sama yang dihadapi oelh dunia bisnis pada dekade lalu; cara utnuk membuat keseimbangan yang lebih baik antara hasil yang dianggap vitas oleh stakeholder eksternal (seperti prestasi pembelajaran siswa) dan hasil lain yang tak kalah penting sering tidak diperhatikan (seperti pertumbuhan sosial siswa). Balanced Scorecard berarti perkembangan dan melukiskan indikator kemajuan hasil sekolah dan faktor yang menyebabkannya (seperti ukuran kelas, kualitas guru, komitmen staf, janji siswa).
Kenyataannya stakeholder organisasi yang menyediakan key input dalam perkembangan scorecard mereka. Para pendidik bekerja dengan pihak lain untuk menciptakan visi, merumuskan strategi guna merealisasikan visi dan, dengan pengetahuan terpendam yang mereka miliki dalam persoalan bidang pendidikan, merupakan hal terbaik untuk perkembangan Balanced Scorecard dan indikator kinerja utama sekolah. Adopsi pengukuran kinerja seperti inidkator kinerja utama membuat hal ini penting bagi sekolah untuk mengumpulkan, merawat, meneliti dan menginterpretasikan data. Hal ini menguatkan kembali kebutuhan untuk mengelola informasi dengan efektif seperti yang telah kita diskusikan dalam bahasan kecerdasan bisnis.
Meski kita percaya bahwa aplikasi balance scorecard dalam pendidikan tak terelakkan, hal ini penuh kontroversi. Kritikus-kritikus akan menolak bahwa difinisi indikator kinerja utama bagi sekolah akan menuntun pada peraihan tujuan yang dapat diukur, tanpa meraih hal itupun sekolah lebih bernliai, tapi sulit untuk mengukur tujuan. Kritik ini menghalangi semua usaha penggunaan pengukuran dalam pendidikan dan perdebatan atas penggunaan pengetahuan dan literatur efektifitas sekolah sebagai fondasi perbaikan sekolah.
Ketika kita memulai diri kita untuk mengembangkan BSC dalam manajemen sekolah, kita menyatakan bahwa proses mengidentifikasi indikator kinerja utama untuk sekolah dan potensi yang berguna dari BSC dalam mengelola perbaikan membuat usaha layak untuk diujicobakan. Hal ini merupakan tantangan untuk menggambarkan hasil yang penting seperti ’Perkembangan Moral Siswa’ yang dapat diukur. Dilihat dari perspektif lain, seperti menyiratkan penggunaan balanced scorecard mampu menyediakan gambaran seimbang dari prestasi sekolah. Dibanding hanya mengutamakan prestasi pembelajaran dalam tes, sekolah dapat menggambarkan hasil kinerja yang lebih luas dan dapat diukur. Dengan demikian, kami menyarankan pendekatan manajemen ini digunakan untuk mengimplementasikan dan mengukur strategi dengan terbuka tapi tetap menggunakan perspektif kritikal.
D.3.b Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah kemampuan manajemen lain yang mendapat perhatian besar dalam pendidikan bisnis dan program pembangunan di tahun terakhir. Alasan-alasan serupa banyak dikutip dalam konteks pendidikan. Perubahan lingkungan yang cepat membawa arus perubahan ke dalam organisasi bisnis, mengancam kemampuan mereka untuk menterjemahkan niat-niat dan strategi ke dalam tindakan.
Seperti ditulis di atas, pemimpin bisnis harus dapat mengenali batasan dari dampak inovasi-inovasi perusahaan karena ketidaklengkapan atau ketidakefektifan implementasi (Kotter, 1996,2002). Jadi, perusahaan menekankan pada pengembangan strategi di tahun terakhir yang disertai dengan peningkatan perhatian untuk melengkapi keterampilan manajemen seperti manajemen perubahan dan manajemen proyek. Isi pelajaran dalam program manajemen bisnis benar-benar nyata muncul dan dapat dikenali oleh manajer pendidikan. Model seperti ini dikembangkan oleh W. Bridges (2003), Kotter (1990,1996,2002), Jick dan Peiperl (2003), Kaufman (1995), Drucker (1995), Trompenaars (2004), dan O’Toole (1995) seringkali membentuk dasar yang teoritis untuk pelatihan-pelatihan dalam manajemen perubahan dalam bisnis.
Manajemen perubahan sangat diperlukan sebagai kemampuan utama bagi para manajer pendidikan. Kita membaca isi dari persiapan dan program pengembangan sekolah untuk para pemimpin sekolah dengan memperhatikan persoalan-persoalan dalam sektor pendidikan. Dengan kedekatan ini, kami mencatat arti pentingnya, tapi hal tersebut tidak dijelaskan dalam bahasan ini.
D.3.c Manajemen Proyek
Di sektor swasta, pertumbuhan ekonomi global yang cepat meningkatkan kebutuhan dalam mengembangkan bisnis dan pengiriman produk serta layanan dengan cepat, berkualitas tinggi dan harga yang berkompetisi (Diwan, 1999). Penekanan pada kualitas, kecepatan yang efisien dan hasil-hasil yang konsisten, sangat penting dalam manajemen proyek. Manajemen proyek terdiri dari satu set proses manajemen yang sistematis dan teknik-teknik yang dirancang untuk memperbaiki kemungkinan meraih hasil yang diinginkan dalam jadwal dan anggaran yang sudah disetujui (Forsberg et al, 2000 ; Muda, 2003).
Dalam sektor swasta, perhatian ditingkatkan pada perumusan strategi yang menghasilkan perkembangbiakan proyek-proyek perbaikan yang baru. Rencana kegiatan pengembangan organisasi agar implementasi tujuan strategi menjadi dapat dibayangkan sebagai proyek daripada sebagai rencana. Sebagai disiplin manajemen, manajemen proyek digambarkan sebagai perencanaan yang sistematis, monitoring dan pengendalian aktivitas serta sumber daya yang dirancang untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Organisasi bisnis termasuk hotel, perusahaan software, perusahaan minyak, para spesialis penelitian dan pengembangan, perusahaan konsultan, dan organisator-organisator yang memiliki andil penting dalam manajemen proyek. Kesuksesan mereka tergantung beratnya kemampuan tidak hanya menghasilakn perkembangan dan perbaikan dalam proses bisnis (seperti perbaikan sekolah) tapi juga mengendalikan resiko dan biaya. Dengan pemikiran ini, hal tersebut luar biasa bahwa teknik manajemen proyek belum diadopsi secara luas dalam sektor pendidikan.
Manajemen proyek merupakan keterampilan penting untuk manajer dalam beroperasi di lingkungan yang dinamis dimana perubahan dicapai melalui implementasi proyek. Para manajer perlu menghargai konflik alami yang potensial antara aspek utama proyek, lingkup, waktu dan sumber daya serta cara merencanakan, mengendalikan dan keseimbangan aspek ini untuk penyelesaian proyek dengan sukses. Banyak proyek gagal karena lingkup proyek tidak digambarkan secara jelas dan disetujui oleh stakeholder sejak awal. Ini dapat menjurus kepada asumsi-asumsi palsu, harapan-harapan tak beralasan atau yang belum jelas, dan akhirnya gagal untuk menyampaikan hasil-hasil yang dingingkan. Untuk menyelesaikan masalah, lingkup digambarkan secara detil seringkali berubah selama proses resulting sampai proyek selesai atau melebihi anggaran atau keduanya. Jadi lingkup manajemen dan manajemen perubahan adalah keterampilan utama bagi para manajer proyek.
Penjadwalan yang sistematis dari aktivitas proyek dan sumber daya merupakan hal penting untuk manajemen proyek, seperti monitoring dan pengendalian kemajuan proyek yang berkaitan dengan waktu, biaya dan nilai yang disampaikan (Cobb, 2003). Secara umum dengan aspek manajemen lain, sistem software komputer ’Sistem Manajemen Informasi Proyek’ yang tersedia luas dapat digunakan oleh para tenaga kerja dari tim proyek dalam penyelesaian tugas-tugas.
Lebih dari 25 tahun ’Perbaikan Sekolah’ menjadi industri dalam pendidikan. Pembuat kebijakan aktif mempromosikan ’perbaikan sekolah’ melalui kebijakan yang diperlukan bagi sekolah dalam proses-proses spesifik (seperti perencanaan perbaikan sekolah, perencanaan pembangunan sekolah). Hal ini semakin umum di seluruh dunia bagi sekolah untuk menghasilkan rencana tahunan menjelaskan apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan proses pendidikan dan hasil pembelajaran. Pertumbuhan pelatihan industri telah berkembang di sekitar kerangka kebijakan baru ini untuk membantu sekolah dalam melaksanakan proses ini.
Meskipun terus menerus dirubah, perbaikan perencanaan struktur sekolah, adalah cara paling penting dari pelatihan ini yang terbatas pada 'perencanaan' dan bagaimana cara melaksanakan manajemen proyek. Selain itu, sementara memperbaiki sekolah perencanaan berlangsung dengan adanya masalah sumber daya, relatif sedikit pertimbangan di banyak sekolah untuk mengeluarkan biaya sampingan dalam rencana mereka. Memang, bahkan di sekolah tempat sastra relatif sedikit penekanan pada biaya bila dibandingkan dengan keefektivitasannya. Manajemen proyek memiliki potensi yang baik untuk meningkatkan perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek perbaikan sekolah dengan memastikan yang lebih sistematis terhadap apa yang akan dibutuhkan untuk mencapai tujuan proyek.
Manajemen proyek juga menyediakan metode yang lebih sistematis untuk mengidentifikasi dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan dari orang-orang yang tidak memiliki peran kepemimpinan secara resmi (Young, 2003). Jelas saat ini sekolah dinyatakan harus mengembangkan kapasitas kepemimpinan yang lebih dari sekedar kepala sekolah ataupun wakil kepala sekolah. Dalam mengelola proyek peran kepemimpinan dalam proyek yang jelas serta akuntabilitas dan pengambilan keputusan kewenangan individu. Dengan demikian manajemen proyek terkait dengan perluasan peran kepemimpinan dan distribusi tanggung jawab untuk mencapai hasil proyek.
E. Pembahasan
Artikel ini berasal dari gabungan akademik dan pengalaman praktis kami dalam pendidikan sekolah bisnis dan manajer. Kami mengambil penjelasan ini dari bagian kurikulum manajemen bisnis dengan harapan untuk dapat berbagi dalam sebuah perspektif pendidikan di sekolah manajer. Kami tidak berniat deskripsi ini sebagai kritik atas apa yang sedang di ajarkan dalam bidang manajemen pendidikan. Memang kita menyadari bahwa manajemen kurikulum pendidikan mulai memasukkan informasi lebih lanjut dan pengambilan kebijakan terkait konten dalam beberapa tahun terakhir. Dan tidak pula kami lakukan ini sebagai pengetahuan 'kursus' yang dapat diadopsi dalam mengelola kurikulum pendidikan. Sebaliknya, penulis berharap bahwa karya akan mendorong perdebatan mengenai relevansi mengenai hal ini dari usaha manajemen untuk kurikulum pendidikan manajemen.
Selain itu, kami juga ingin mengetahui beberapa kritik yang akan ditingkatkan upaya untuk menilai kegunaan manajemen bisnis untuk persiapan kurikulum pendidikan manajer. Pertama, dengan justifikasi, kritik akan menekankan bahwa perbedaan antara dunia usaha bisnis dan sekolah memerlukan pendekatan yang berbeda untuk kepemimpinan dan manajemen. Meskipun kita setuju bahwa ada perbedaan penting, kami tidak setuju dengan praktik diskon relevansi manajemen bisnis bagi manajemen pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, membahas perbedaan-perbedaan ini dan kepercayaan kita mengenai perbedaan ini memiliki implikasi untuk pendidikan pemimpin sekolah.
Yang kedua dari kritik utama pada penekanan relatif yang harus kita berikan kepada manajemen versus kepemimpinan dalam pendidikan, pelatihan dan pengembangan pendidikan manajer. Meskipun kami menyarankan kami mencantumkan argumen pada awal dari makalah ini, kami berusaha untuk menjelaskan hal ini secara lebih rinci dalam bagian tulisan ini.
F. Perbedaan dalam Pengelolaan Bisnis dan Sekolah sebagai Organisasi
Yang berlebihan hampir setiap tujuan bisnis perusahaan adalah keuntungan. Sedangkan tujuan-tujuan lain seperti tanggung jawab sosial dan penyediaan lapangan kerja yang baik kepada masyarakat dianggap penting dipilih oleh perusahaan, mereka jarang bersaing dengan keuntungan dalam tujuan hirarki organisasi. Melengkapi dari asumsi ini, cendekiawan menemukan bahwa organisasi bisnis dapat menentukan lebih jelas set terukur dan untuk mencapai tujuan yang cukup tinggi dari kesepakatan di antara para stakeholder utama.
Ini sangat fundamental berbeda dengan kasus sekolah sebagai organisasi. Lebih dari 30 tahun yang lalu, Cohen dan March (1974) mengamati bahwa organisasi pendidikan disusun secara anarkis dalam teknologi yang tidak jelas, sasaran yang ambigu dan dukungan yang berubah-ubah. Teknologi pendidikan kurang dipahami, dan tujuan pendidikan cenderung tidak jelas, kontradiktif, atau tidak dipahami bersama. Peserta dalam organisasi pendidikan termasuk individu dan kelompok yang bergerak di dalam dan dari aktivitas di organisasi sangat jarang. Ini karakter dari sekolah sebagai bentuk metode manajemen organisasi mereka. Misalnya, sementara kami percaya bahwa membangun visi yang jelas tetap merupakan tanda dari keunggulan dalam organisasi bisnis dan pendidikan, hal ini lebih sulit bagi sekolah untuk mencapai tingkat yang sama dalam praktek. Tujuan moral sekolah tidak selalu menuntun mereka kepada manajemen bisnis yang menganggap bahwa kemampuan berguna untuk melaksanakan visi menjadi target terukur (misalnya balanced scorecard).
Selain itu, mengukur output dari sekolah lebih sulit karena berbagai, ambiguitas, dan sering berubah tujuan pendidikan yang dikehendaki oleh masyarakat. Misalnya, mengambil 'tujuan' sekolah paling sering dikutip oleh kebijakan pendidikan seperti prestasi belajar siswa. Makin besar prestasi yang kami usahakan untuk mengukur tujuan ini, semakin tinggi pula kemungkinan bahwa kesepakatan tersebut akan diabaikan (March, 1978: 228). Sebenarnya kehidupan di sekolah ini tercermin dalam perdebatan global melalui penerapan teknik akuntabilitas ke sekolah.
Orang-orang yang bekerja di sekolah-sekolah cenderung didorong oleh perkembangan sosial anak-anak lebih dari individu yang diukur oleh pencapaian hasil dari sekolah sebagai organisasi. Menurut Roland Barth (1986): kepala sekolah dan guru jarang bangun dari tempat tidur di 6:00 dan buru-buru ke sekolah untuk tujuan mempersiapkan, mengajar siswa untuk lulus tes prestasi. Maupun mereka yang mungkin didorong oleh sistem manajemen yang membuat rumit struktur upah berdasarkan ini kemampuan belajar.
Selain itu, upaya untuk 'mempererat hubungan' antara tujuan organisasi dan tindakan tidak selalu ada efek yang dikehendaki bila diterapkan ke sekolah (Fullan, 2001, 2003; March, 1978; Rowan, 1982). Organisasi di bidang pendidikan, yang relatif berbeda efektivitas teknologi pendidikan (kurikulum, misalnya, mengajar, proses belajar) tetap terbuka untuk argumen antara pendidik, manajer dan ulama. Meskipun kemajuan telah dicapai dalam mengidentifikasi lebih efektif metode belajar-mengajar, keandalan teknik ini masih kurang konsisten dan dapat diprediksi dibandingkan dengan teknologi yang digunakan dalam produksi shampoo atau mobil. Ini berarti bahwa lebih sulit untuk pendidikan manajer dan staf mereka untuk menyetujui 'cara terbaik' untuk mendidik anak-anak di sekolah, bahkan bila ada tujuan konsensus.
Pengamatan ini menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan efisiensi sekolah, walaupun terpuji, harus dilakukan dengan gambar yang jelas dari perbedaan yang mencirikan sekolah sebagai organisasi. Beberapa, pergeseran tujuan, sulit dalam mengukur hasil dari layanan ini, dan ketidakpastian dalam teknologi yang digunakan di sekolah-sekolah mengkombinasikan manajemen pendidikan untuk membuat sebuah domain yang memerlukan kompetensi moral dan politik setidaknya sebanyak ahli teknologi (Cuban, 1988 ). Kesimpulan ini mengarah ke isu pertarungan berikutnya, yang relatif pentingnya manajemen dan kepemimpinan dalam manajemen pendidikan kurikulum.
G. Peranan dari Kepemimpinan dan Manajemen
Seperti yang diusulkan pada tahap awal dari karya ini, yang mengajar ilmu manajemen adalah mereka yang berkompeten telah mengambil kembali ke kursi kepemimpinan di bidang pendidikan selama 20 tahun. Enam puluh tahun lalu manajemen didefinisikan sebagai perencanaan, koordinasi, organisasi, dan kontrol dari manusia, sumber daya materi dan fiskal dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen telah dicirikan sebagai fokus pada mengidentifikasi dan menggunakan pendekatan yang paling benar cara pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
Kritik dan pengelolaan manajerial difokuskan pada kenyataan bahwa kendaraan ini untuk efisiensi dapat membuat asumsi tentang tak dpt dipertahankan berakhir terhadap organisasi yang bekerja. Seperti yang diusulkan pada bagian sebelumnya, lembaga pendidikan tidak beroperasi dengan kejelasan tujuan dan operasional teknologi sering ditemukan di sektor swasta. Beasiswa yang tak ada didokumentasikan dan konsekuensi negatif yang sering mengikuti dari upaya untuk mengelola sekolah sebagai jika mereka lakukan ini memenuhi asumsi (Cuban, 1988; March, 1978).
Kritik ini telah memberikan kontribusi untuk meningkatkan minat terhadap peran kepemimpinan pendidikan manajer. Kepemimpinan telah menentukan karakteristik sebagai hal yang tepat di mana organisasi akan fokus dengan keuangan dan sumber daya manusia, dan berusaha untuk memotivasi para pemangku kepentingan terhadap prestasi mereka. Pendidikan masyarakat dalam kepemimpinan, khususnya di luar Amerika Serikat, adalah Namun, bukan sebuah fenomena baru yang muncul dalam tanggapan terhadap persepsi masyarakat luas yang diadakan sekolah harus diubah. Mengingat cepat mengubah lingkungan pendidikan selama dua dekade, seharusnya tidak mengejutkan datang sebagai pemimpin yang telah dicapai gelar dari kekuasaan atas manajemen di sektor pendidikan.
Ia juga akan akurat untuk mengamati bahwa saat ini dalam kepemimpinan berasal dari kepercayaan bahwa terdapat krisis moral dalam pendidikan. Kepemimpinan melibatkan definisi dan penjelasan dari nilai-nilai yang mendasari arah di mana organisasi akan bergerak. Dengan demikian, kepemimpinan ada untuk dilihat sebagai penting ke arah penerimaan yang berasal dari satu set arahan kebijakan.
Namun demikian, sangat sederhana bahwa hanya kapasitas untuk menentukan hak berakhir sekolah sudah cukup bagi sekolah dari abad ke-21. Walaupun reaksi yang kuat di antara banyak pendidik terhadap managerialism, kami percaya bahwa memperkuat manajemen pengetahuan dan keterampilan yang sangat penting jika pemimpin untuk mencapai visi yang mereka dan lain-lain untuk menentukan sekolahnya. Menariknya, bukti yang kuat untuk ini berasal dari pernyataan yang paling aktif dan pendukung dari transformational kepemimpinan di bidang pendidikan, Ken Leithwood. Kepemimpinan transformational setelah belajar di sekolah selama lebih dari satu dekade, Leithwood menyimpulkan sebagai berikut:
Kebanyakan model kepemimpinan yang transformational dari praktek manajerial di alam. Praktik semacam ini penting untuk stabilitas organisasi. Untuk alasan ini, kami baru-baru ini telah menambahkan empat dimensi manajemen berdasarkan tinjauan literatur yang relevan (Duke dan Leithwood, 1994). (Leithwood dan Jantzi, 1999: 455)
Diakui bahwa pengelolaan yang efisien juga penting untuk mencapai visi sekolah selama 20 tahun berhasil berhasil melakukan reformasi pendidikan di seluruh dunia. Kebutuhan yang mendesak untuk lebih cepat berubah sering dibuat lembaga kepemimpinan yang berbeda, walaupun jenis dan fokus dari berbagai persiapan dan program pembangunan yang disampaikan internasional (Hallinger, 2003). Pengamatan Leithwood menunjukkan bahwa pencapaian visi untuk sebuah organisasi juga memerlukan strategi dan kompetensi manajemen untuk mencapai visi organisasi. hal lainnya yang juga penting untuk diamati adalah kompetensi manajerial dan kekurangan dalam persiapan program untuk kepala sekolah. Dua puluh lima tahun yang lalu March mengamati bahwa keseimbangan antara kepemimpinan kompeten dan manajemen pendidikan adalah perlu, dan ia menjelaskan manajemen sebagai 'pembuatan jadwal dengan catatn kaki dari Kierkegaard (1978: 224). Hasil pengamatannya :
Kompetensi dasar dalam kehidupan organisasi sering di nilai sebagai faktor dalam pengelolaan efektivitas ketika kita menulis latar belakang dari keprihatinan masalah kepemimpinan yang besar. . . Banyak hal yang membedakan birokrasi yang baik dan yang buruk yakni salah satu cara yang baik itu memenuhi kebutuhan-kebutuhan sehari-hari hubungan dengan klien. (1978: 223-4)
Edwin Bridges, dalam sebuah analisis persiapan kepemimpinan sekolah, memperkenalkan 'sosialisasi peran kepala sekolah harapan yang tidak nyata di masa depan' sebagai desain umum yang cacat dalam administrasi persiapan program. Dia menulis bahwa kecenderungan program untuk fokus pada konsep dimensi peran kepala sekolah yang terlalu angkuh membuat kesenjangan antara harapan masyarakat dan kenyataan dari pekerjaan (Bridges, 1977). Hal ini mendorong persiapan program untuk merealisasikan rancangan mereka dalam penilaian dari pimpinan yang menggunakan kepemimpinan dan kompetensi manajemen.
Oleh karena itu, ditegaskan bahwa persiapan dan program pembangunan di bidang pendidikan harus fokus pada kepemimpinan dan manajemen. Kami berpendapat bahwa lebih baik kapasitas kepemimpinan seperti visi pembangunan maupun keterampilan manajemen seperti manajemen proyek ditangani oleh kepala sekolah saja. Kita harus meningkatkan pengembangan kemampuan kepemimpinan dan pengelolaan di antara berbagai pihak yang berkepentingan.
Artikel ini berusaha untuk mengidentifikasi kurangnya perhatian pada bidang manajerial dalam kurikulum kepemimpinan sekolah. Alat manajemen sekolah harus ditentukan melalui riset empiris maupun melalui penggunaan dalam praktek. Pada akhirnya, beberapa perangkat manajemen bisnis ini mungkin lebih cocok untuk pendidikan dibandingkan yang lain. Yang kami lakukan, namun percaya bahwa melalui penambahan perangkat tersebut ke sekolah maka pemimpin dan manajer akan menjadi perkembangan positif yang akan meningkatkan kemungkinan rencana dan visi menjadi kenyataan di masa depan. Kepercayaan ini tidak hanya didasarkan dari analisis tulisan ini saja, tapi juga dari pengalaman kerja kami sebagai manajer pendidikan dan pengalaman kami dalam mengajarkan metode manajemen ini kepada para pemimpin sekolah.

Tidak ada komentar: